Polemik Lahan 10 Hektare, Ahli Waris Klaim Pemkab Kotawaringin Barat Campuri Proses Hukum

Kamis, 7 Agustus 2025 – 09:36 WIB

Jakarta, VIVA – Ahli waris tanah seluas 10 hektar di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah (Kalteng), menyesalkan tindakan Bupati Nurhidayah yang diduga melakukan intervensi dan tidak menghargai proses hukum yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun.

Baca Juga:
Tanah Nganggur 2 Tahun Diambil Negara, Menteri Nusron Jelaskan Mekanismenya

Kuasa hukum ahli waris, Poltak Silitonga, mengungkapkan bahwa bentuk intervensi hukum tersebut terjadi ketika sang Bupati datang ke lokasi tanah yang sedang dalam sengketa di PN Pangkalan Bun tanpa memberi tahu ahli waris.

“Saya lihat di media, baik TV maupun online, Bupati Kotawaringin Barat datang ke lokasi dan memberikan pernyataan yang tidak menghormati hukum,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Rabu 6 Agustus 2025.

Baca Juga:
Menko AHY Serahkan 140 Sertipikat Tanah kepada Warga Kampung Kelahiran SBY

Poltak menjelaskan bahwa proses hukum terkait tanah tersebut masih berjalan di PN Pangkalan Bun.

“Sudah sampai tahap pemeriksaan saksi, tinggal menunggu kesimpulan dan putusan. Pembuktian sudah selesai, kami sudah tunjukkan bahwa tidak ada satupun bukti atau saksi dari Pemkab Kotawaringin Barat yang membuktikan tanah itu milik mereka,” katanya.

Baca Juga:
Tanah Koruptor di Sentul Jadi Nilai Paling Tinggi Laku Dilelang KPK, Harganya Rp 11 Miliar

Poltak menilai kedatangan Bupati ke lokasi sengketa sebagai bentuk arogansi.

“Ini saya anggap sebagai intervensi terhadap peradilan, menggunakan kekuasaan untuk mengklaim sesuatu yang masih diproses di pengadilan,” tegasnya.

Sidang akan dilanjutkan minggu depan dengan pembacaan kesimpulan.

Ahli waris menuntut Pemkab Kotawaringin Barat segera mengembalikan tanah yang telah puluhan tahun mereka gunakan untuk pertanian.

MEMBACA  Saya Menggagalkan Duel Artur Beterbiev vs Dmitry Bivol

Peristiwa ini bermula ketika tanah 10 hektar dibeli oleh Brata Ruswanda pada 1960. Dinas Pertanian Kotawaringin Barat meminjam tanah itu untuk pertanian. Namun pada 2005, saat ahli waris ingin mensertifikatkan tanah, Dinas Pertanian mengklaim tanah itu milik mereka berdasarkan SK gubernur.

Halaman Selanjutnya