Selama acara peringatan ulang tahun ke-73 Asosiasi Bidan Indonesia di Jakarta pada hari Senin, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, mengatakan bahwa perubahan iklim menyebabkan banyak masalah terkait kehamilan, termasuk kelahiran prematur.
Tema peringatan ulang tahun, “Peran bidan dalam meningkatkan ketahanan nasional terhadap krisis iklim melalui sinergi dan kolaborasi,” sesuai dengan Hari Internasional Bidan 2024, yang bertema, “Bidan: Solusi Iklim Vital.”
Wardoyo mengatakan bahwa banyak studi telah menunjukkan bahwa pemanasan global telah meningkatkan beban fisiologis pada wanita sampai pada titik menyebabkan kelahiran prematur. Dia juga mencatat peningkatan tingkat retardasi pertumbuhan intrauterin akibat stres lingkungan.
“Banjir juga menyebabkan stres, dan ini secara otomatis (mengakibatkan) komplikasi selama kehamilan,” jelasnya.
Selain itu, kasus pre-eklampsia juga diperkirakan akan meningkat seiring dengan kerusakan lingkungan yang terjadi bersamaan dengan perubahan iklim.
Pre-eklampsia adalah kondisi berbahaya di mana wanita, yang tekanan darahnya biasanya normal, tiba-tiba mengalami tekanan darah tinggi setelah 20 minggu kehamilan. Kondisi ini berbahaya baik bagi ibu maupun bayi.
“Jadi, ketika ada pemanasan global, dan ada hal-hal baru (yang menimbulkan stres pada seseorang), dan masalah-masalah masa lalu belum terselesaikan, berhati-hatilah. (Tujuan) menurunkan angka kematian ibu menjadi 70 per 100 ribu kelahiran hidup menjadi tantangan,” katanya.
Saat ini, katanya, angka kematian ibu adalah 189 per 100 ribu, dan ditargetkan turun menjadi 183 pada 2024 dan menjadi 70 per 100 ribu pada 2030.
Perubahan iklim juga memicu masalah kesehatan lain selain komplikasi kehamilan, katanya. Mereka termasuk kematian akibat paparan panas dan kontaminasi air dan udara, yang dapat menyebabkan masalah pernapasan, serta kekurangan pangan, tambahnya.
Pemanasan global dan kenaikan permukaan air laut juga dapat memperparah masalah yang timbul dari fasilitas sanitasi yang tidak memadai, misalnya, toilet yang kurang memiliki instalasi sanitasi yang tepat, bagi orang-orang yang tinggal di pinggir pantai, katanya.