Perubahan iklim meningkatkan risiko penyebaran penyakit: Menteri Kesehatan

Jakarta (ANTARA) – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan perlunya perbaikan infrastruktur kesehatan untuk mengatasi perubahan iklim, karena hal tersebut dapat menimbulkan risiko seperti penyebaran penyakit.

Beliau menyatakan bahwa perubahan iklim memicu penyakit menular karena mengakibatkan perubahan interaksi antara hewan dan manusia. Ketika perubahan interaksi terjadi terlalu sering, hal tersebut dapat menyebabkan pandemi.

“Sebagai contoh, flu burung Asia dan kemudian COVID-19, yang diduga berasal dari kelelawar,” ujarnya setelah penandatanganan proyek kerja sama dengan UNDP dan WHO di sini pada hari Senin.

Beliau mengatakan bahwa sebelum penyakit zoonosis melompat ke manusia, hewan yang membawanya harus diteliti atau diteliti, seperti pada patogen mereka, sehingga vaksin dan obat-obatan dapat dikembangkan dan cara dapat ditemukan untuk mendiagnosis mereka pada manusia.

Namun, hal itu seharusnya tidak dilakukan ketika itu menginfeksi orang, karena pada saat itu, sudah terlambat, tambahnya.

Menurut Sadikin, perubahan iklim juga mengubah perilaku hewan. Misalnya, beliau percaya bahwa hal itu berkontribusi pada lonjakan kasus demam berdarah selama peristiwa El Nino.

“El Nino, efek perubahan iklim yang spesifik untuk wilayah tropis, mungkin terjadi di tempat lain di masa depan. Demikian pula, kasus demam berdarah, saat ini terbatas di Brasil, Indonesia, dan Afrika, berpotensi menyebar ke daerah utara,” katanya.

Beliau menyoroti kanker kulit sebagai contoh lain dari penyakit yang terkait dengan perubahan iklim. Lapisan ozon yang semakin menipis akibat perubahan iklim memungkinkan radiasi matahari yang lebih intens, meningkatkan risiko kanker kulit.

Beliau juga menjelaskan bahwa kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim sedang mengonsumsi lahan sementara populasi global terus bertambah. Hal ini akan menyebabkan penurunan lahan pertanian, menimbulkan tantangan terhadap ketahanan pangan.

MEMBACA  IDI Gerung membagikan informasi pengobatan migrain yang tepat.

“Dengan populasi global sudah mencapai delapan miliar, bisa mencapai sembilan atau sepuluh miliar dalam lima tahun. Manusia membutuhkan makanan, namun lahan pertanian semakin menyusut,” katanya.

Beliau menyimpulkan dengan menyebutkan kerja sama kementeriannya dengan pemangku kepentingan global seperti UNDP dan WHO untuk mempersiapkan sistem kesehatan menghadapi masalah kesehatan terkait perubahan iklim.

Berita terkait: Kementerian menyoroti perlunya mempertimbangkan anak-anak dalam aksi iklim

Berita terkait: Perubahan iklim memacu peningkatan infeksi demam berdarah: Kementerian

Reporter: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Anton Santoso
Hak cipta © ANTARA 2024