Jakarta (ANTARA) – Kementerian Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi menekankan peran penting perguruan tinggi vokasi dalam mengatasi berbagai tantangan masyarakat, termasuk upaya memperkuat ketahanan pangan nasional.
Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Brian Yuliarto menyoroti pentingnya hilirisasi penelitian dan skema matching fund antara universitas dan industri daerah. Hal ini memastikan hasil penelitian tidak hanya berhenti di publikasi, tapi diubah menjadi solusi praktis.
“Kementerian mengajak semua universitas untuk memperkuat penelitian berdasarkan kebutuhan lokal serta memperluas kemitraan dengan pemerintah daerah, bisnis, dan masyarakat. Melalui kolaborasi dan teknologi tepat guna, desa tidak hanya akan menjadi pusat produksi, tapi juga sumber inovasi untuk masa depan berkelanjutan,” ujar Brian dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Minggu.
Menyambung pandangan tersebut, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Fauzan mengatakan ketahanan pangan bukan hanya tentang kapasitas produksi, tetapi juga kemampuan berinovasi. Ia menekankan bahwa kolaborasi antara kampus, industri, dan masyarakat adalah kunci untuk menjaga ketahanan pangan bangsa.
Salah satu inisiatif yang didukung kementerian adalah Konsorsium Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) Jawa Tengah. Mereka menyelenggarakan Festival Panen Berdikari Jawa Tengah 2025 bertema “Panggung Inovasi: Teknologi Tepat Guna dan Sinergi Multi-Pihak untuk Masa Depan Berkelanjutan,” yang digelar di Semarang pada Kamis (6 Nov).
Ketua Konsorsium PTV Jawa Tengah Kurnianingsih mengatakan melalui acara ini, konsorsium berupaya memperkuat ekosistem kemitraan dan mendorong inovasi berdasarkan potensi daerah.
Inisiatif ini telah menghasilkan produk penelitian yang dihilirisasi dan telah diadopsi oleh berbagai industri serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Perguruan tinggi vokasi memegang peran penting untuk memastikan inovasi teknologi tepat guna dapat langsung diterapkan. Kami tidak hanya melakukan penelitian, tetapi juga mendampingi desa dalam menerapkan dan mengembangkan inovasi ini secara mandiri,” jelasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, sebanyak 42,01 persen petani di provinsi itu pada tahun 2023 berusia 43 tahun ke atas. Sementara itu, petani milenial menyumbang 18,78 persen dan petani Generasi Z hanya 0,96 persen. BPS juga melaporkan bahwa penggunaan teknologi digital di sektor pertanian masih di bawah 20 persen dari total usaha pertanian.
Laporan yang sama menunjukkan jumlah usaha pertanian di Jawa Tengah pada 2023 mencapai 4.366.317 unit, turun 13,21 persen dibandingkan sepuluh tahun sebelumnya yang sebanyak 5.031.033 unit.
Penuaan populasi petani, kapasitas teknologi yang terbatas, dan penurunan jumlah usaha pertanian menjadi tantangan dalam meregenerasi dan mentransformasi sistem produksi agar lebih efisien serta adaptif terhadap perubahan iklim.
Berita terkait: Prabowo prioritaskan ketahanan pangan dalam agenda tahun pertama
Berita terkait: Lebih banyak petani muda raup pendapatan tinggi dengan pertanian berbasis teknologi
Penerjemah: Sean Filo Muhamad, Yoanita Hastryka Djohan
Editor: M Razi Rahman
Hak Cipta © ANTARA 2025