Pergeseran Energi Diduga Jadi Penyebab Penutupan Kilang Minyak Global

Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Yuliot Tanjung, menghubungkan gelombang penutupan kilang minyak di Tiongkok, Amerika Serikat, Eropa, dan Australia dengan transisi energi global yang semakin cepat ke energi yang lebih bersih.

“Kilang minyak mungkin tutup karena transisi energi itu,” kata Yuliot kepada wartawan di Jakarta pada hari Jumat.

Dia menunjuk ke Tiongkok, di mana kendaraan dari mobil pribadi dan angkutan umum hingga alat berat dan armada pengiriman dengan cepat beralih ke tenaga listrik. Pergeseran ini telah mengurangi permintaan bahan bakar dan mengubah bentuk pasar energi.

“Di Tiongkok sudah pakai baterai untuk sekitar 50 persen kendaraannya. Lebih dari 60 persen SPBU-nya sudah tutup,” ujar Yuliot.

Berita terkait: Perusahaan minyak Indonesia berkomitmen untuk transisi energi berkelanjutan di COP29

Komentarnya menyusul pernyataan dari Wakil Presiden PT Pertamina, Oki Muraza, yang memproyeksikan bahwa 17 kilang minyak bisa tutup secara global pada tahun 2030.

Menurut Oki, penutupan ini mencerminkan tantangan yang tumbuh untuk industri minyak, termasuk penurunan harga minyak mentah, yang jatuh dari yang diharapkan $82 per barel menjadi sekitar $66.

Dia menambahkan bahwa kelebihan pasokan memperburuk masalah — tidak hanya untuk minyak mentah tetapi juga untuk produk olahan.

“Inilah yang membuat profitabilitas kilang sangat rendah. Ini telah menjadi tantangan besar untuk Pertamina dan perusahaan energi lain, baik domestik maupun internasional,” kata Oki.

Dengan margin kilang yang menipis, Pertamina telah bergerak untuk mengkonsolidasi tiga anak perusahaannya: Pertamina Kilang Internasional, Pertamina Patra Niaga, dan Pertamina International Shipping.

Berita terkait: Gas alam dianggap penting dalam menjembatani transisi energi

Penerjemah: Putu Indah, Kuntum Khaira Rizwan
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2025

MEMBACA  Indonesia Cabut 2.229 Izin dalam Pemberantasan Mafia Pangan