Peran Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan

Jakarta (ANTARA) – Sebagai salah satu negara terbesar di Asia, Indonesia—tanpa ragu—harus turut serta dalam menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan (LCS).

Selain menjaga kedaulatan maritim Indonesia, sengketa tersebut perlu diselesaikan untuk mencegah konflik antara negara-negara Asia, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan regional dan ekonomi.

Sengketa wilayah di LCS melibatkan China, Malaysia, Brunei, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.

Sengketa mulai memanas setelah China merilis peta yang dibuat berdasarkan sejarahnya. Peta tersebut menunjukkan garis sembilan siku di sekitar LCS, yang menandai klaim China atas wilayah tersebut.

China kemudian merilis peta baru dengan sepuluh siku yang tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara.

Hal ini mendorong Indonesia untuk memperkuat kedaulatan maritimnya sambil meredakan ketegangan.

Menguatkan kekuatan militer juga menjadi salah satu prioritas pemerintah untuk mengantisipasi konflik di LCS.

“Pemerintah mendorong program proyek besar dalam upaya memperkuat keamanan Laut Natuna melalui peralatan pertahanan yang memadai dan peningkatan fasilitas dan infrastruktur unit terpadu TNI (militer Indonesia),” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Hadi Tjahjanto.

Beliau menyatakan hal ini dalam diskusi yang diselenggarakan oleh kelompok riset Indonesia Strategic and Defense Studies (ISDS) di Jakarta pada bulan Maret.

TNI Angkatan Laut dapat berperan dalam menjaga perbatasan maritim, sedangkan TNI Angkatan Udara dapat membantu melakukan rekognisi regional untuk menjaga titik-titik perbatasan.

Langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk memperkuat keamanan perbatasan termasuk penguasaan peralatan pertahanan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pembaruan teknologi.

Selain fokus pada penguatan pertahanan maritim, Indonesia juga berpartisipasi dalam membangun perdamaian melalui diplomasi.

Negara ini melakukannya melalui pendekatan non-militer. Pada tahun 2023, Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dan China sepakat untuk menyelesaikan negosiasi mengenai kode perilaku (COC) di LCS dalam waktu tiga tahun.

MEMBACA  Polisi Mengejar Pemilik Akun Facebook Icha Shakila, Otak Kasus Ibu Cabuli Anak

Ini merupakan inisiatif dari Indonesia untuk mempercepat negosiasi COC di LCS yang disengketakan.

Pedoman untuk percepatan tersebut sebelumnya diadopsi dalam pertemuan para menteri luar negeri ASEAN dan direktur Kantor Komisi Urusan Luar Negeri China, Wang Yi, di Jakarta pada tahun 2023.

Pedoman tersebut mencakup aspirasi ASEAN dan China untuk menyelesaikan COC dalam waktu tiga tahun atau kurang melalui pembahasan intensif mengenai isu-isu yang tertunda.

COC diharapkan mencerminkan norma-norma, prinsip, dan aturan internasional yang sejalan dan merujuk pada hukum internasional dalam menciptakan perdamaian antara negara-negara yang bersengketa.

“Semua harapannya adalah COC dapat menjadi dokumen yang efektif, substansial, dan dapat dijalankan untuk menghindari eskalasi dan meningkatkan saling kepercayaan dan keyakinan antara negara-negara dengan kepentingan di Laut China Selatan,” kata Tjahjanto.

Pengamat militer dan salah satu pendiri Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan bahwa Indonesia dapat menggunakan metode lain untuk meredakan ketegangan di Laut China Selatan, khususnya diplomasi militer.

TNI juga memiliki posisi yang baik untuk memimpin diplomasi militer di semua negara yang terlibat dalam sengketa.

Beberapa upaya diplomasi yang dapat dilakukan termasuk mengadakan latihan bersama antar negara, melaksanakan program pertukaran personel untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan membangun kerja sama untuk menjaga pertahanan.

Menurut Fahmi, Indonesia memiliki kapital untuk melakukan upaya tersebut karena dianggap sebagai salah satu negara dengan kekuatan militer besar di Asia.

Indonesia dapat menjadi mediator antara negara-negara yang bersengketa, katanya.

Indonesia juga harus fokus pada melindungi diri sendiri sebelum melakukan upaya perdamaian antara negara-negara, termasuk dengan melindungi wilayah maritimnya dari masuknya kapal asing.

Menurut pengamat militer Alman Helvas Ali, Indonesia harus menjaga database semua kapal di wilayah tersebut.

MEMBACA  BPKH Meminta Subsidi Haji Dikurangi Menjadi 30 Persen

Dengan database tersebut, akan lebih mudah bagi TNI Angkatan Laut untuk mendeteksi kapal melalui jejak akustik mereka.

Ali juga menekankan pentingnya memasang perangkat pendengar bawah air di perairan yang berisiko, yaitu perairan sempit (choke points) di Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Sulawesi, dan Laut Natuna Utara.

Beliau menyatakan optimisme bahwa peningkatan teknologi keamanan akan membuat Indonesia kuat dan dihormati di Asia.

Jalannya Indonesia untuk meredakan ketegangan akan lebih lancar, karena suaranya akan lebih mudah didengar oleh negara-negara lain.

Pertemuan Terkini dengan China

Hingga saat ini, Indonesia terus melakukan upaya diplomasi.

Pada 1–2 April, Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto mengadakan pertemuan dengan beberapa pejabat kunci di China. Beliau juga bertemu dengan Presiden China Xi Jinping, Perdana Menteri China Li Qiang, dan Menteri Pertahanan Nasional China Laksamana Dong Jun.

Dipercayai bahwa pertemuan tersebut dilakukan tidak hanya untuk membahas kerjasama di sektor pertahanan, tetapi juga upaya menyelesaikan sengketa di LCS.

Meskipun Prabowo disambut oleh para pemimpin China, Ali mengingatkan pemerintah untuk tetap waspada.

“Kita harus tetap waspada karena apa yang dikatakan China di dunia diplomasi seringkali berbeda dengan apa yang mereka lakukan di laut,” katanya.

Beliau menekankan bahwa China akan selalu mengklaim wilayah LCS sebagai wilayahnya.

Menurut pengamat tersebut, China dalam beberapa kesempatan tampak menunjukkan sikap damai dan keinginan untuk mengakhiri sengketa. Namun, sikapnya telah bertolak belakang dengan apa yang dilakukan di LCS.

Sebagai contoh, beliau mengingatkan insiden baru-baru ini antara kapal milik China dan Filipina di perbatasan LCS, yang meningkatkan ketegangan.

Oleh karena itu, peningkatan keamanan dengan memperbaiki peralatan pertahanan adalah langkah yang tepat selain melakukan upaya diplomasi, katanya.

MEMBACA  Tawaran Presiden FIFA kepada Indonesia saat Berjumpa dengan Prabowo

Meskipun dinamika diplomasi seringkali tidak menghasilkan hasil yang diharapkan Indonesia, pendekatan demi pendekatan akan terus dilakukan untuk menciptakan perdamaian regional.

Penguatan militer terus dilakukan sejalan dengan upaya diplomasi.

Dengan upaya konsisten Indonesia dalam memediasi dengan negara-negara yang bersengketa, perdamaian yang diimpikan Indonesia dan seluruh negara ASEAN dapat terwujud di LCS.

Berita Terkait: Indonesia waspada terhadap risiko konflik di Laut China Selatan: Menteri

Berita Terkait: Indonesia siap berkolaborasi dengan ASEAN untuk menyelesaikan COC di LCS

Penerjemah: Walda Marison, Raka Adji
Editor: Anton Santoso
Hak cipta © ANTARA 2024