Penyelidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua saksi pada hari Senin terkait proses lelang proyek konstruksi shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat. Dua saksi tersebut—bendahara Baiq Fahmi dan asisten teknis Purwanto Joko Astriyo—adalah pejabat dari Satuan Kerja Pelaksanaan Bangunan dan Pengelolaan Lingkungan (PBL) provinsi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, menurut juru bicara KPK Tessa Mahardika. KPK telah menjadwalkan pemeriksaan untuk dua pejabat lain dari kantor yang sama—Jublina Marselina Tawa dan Ika Sri Rejeki—tetapi mereka meminta penundaan. Badan anti rasuah sedang menyelidiki dugaan korupsi dalam proyek konstruksi tahun 2014. Dua tersangka telah diidentifikasi dalam kasus ini: seorang administrator negara dan seorang pegawai perusahaan pelat merah. Mahardika menolak untuk memberikan komentar mengenai rincian tersangka atau tindakan yang diduga dilakukan oleh mereka. Dia mengatakan bahwa rincian lebih lanjut akan dirilis setelah penyelesaian penyelidikan. Namun, dia memperkirakan kerugian negara dari proyek tersebut sebesar Rp19 miliar (sekitar US$1,2 juta). Sementara itu, direktur penyelidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan bahwa korupsi yang diduga merugikan mengorbankan kualitas shelter tsunami. “Pemeriksaan telah mengonfirmasi penurunan kualitas konstruksi,” katanya. “Hal ini akan membuat shelter tidak efektif dalam kejadian tsunami, meskipun tentu saja, kami berharap hal tersebut tidak terjadi.” Rahayu menekankan pentingnya menggunakan ahli konstruksi selama penyelidikan. “Shelter yang dibangun dengan buruk akan menjadi bencana dalam tsunami. Itulah mengapa kami melibatkan ahli konstruksi dalam menilai bangunan-bangunan ini,” tambahnya. Berita terkait: Kejaksaan Agung Indonesia menyerahkan dua tersangka kunci lain dalam kasus suap timah Berita terkait: Indeks perilaku anti-korupsi turun menjadi 3,85: BPS Translator: Fianda Sjofjan Rassat, Aditya Eko Sigit Wicaksono Editor: Anton Santoso Copyright © ANTARA 2024