Minggu, 2 November 2025 – 04:10 WIB
Blitar, VIVA – Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri memberikan peringatan keras ke dunia bahwa kolonialisme belum berakhir. Menurut dia, penjajahan sekarang hanya berganti bentuk lewat algoritma dan data.
Baca Juga :
Megawati Soekarnoputri: Palestina Harus Merdeka Penuh, Tak Boleh Tawar-Menawar
“Kalau dulu penjajahan datang dengan meriam dan kapal perang, sekarang mereka datang lewat algoritma dan data,” kata Megawati dalam pidatonya di Museum Bung Karno, Blitar, Sabtu, 1 November 2025.
Dia menjelaskan bahwa Artificial Intelligence (AI), big data, dan sistem keuangan digital lintas negara sekarang telah menciptakan imperialisme global bentuk baru. Negara maju jadi pemilik data, sementara negara berkembang cuma jadi pengguna algoritma yang tidak mereka kuasai.
Baca Juga :
Megawati Minta Pemerintah Tak Asal Beri Gelar Pahlawan: Kalau Bung Karno Benar Pahlawan!
“Negara maju menjadi pemilik data, sementara negara berkembang cuma jadi konsumen algoritma. Manusia dijadikan angka, data menjadi barang dagangan,” tegas Megawati.
Megawati bilang tantangan digital ini bukan cuma masalah ekonomi, tapi juga masalah kemanusiaan dan kedaulatan bangsa. Menurut dia, tanpa kendali atas teknologi dan data, kemerdekaan yang sesungguhnya sulit untuk dicapai.
Baca Juga :
Megawati Usul Pembentukan KAA Plus, Bangun Blok Baru Negara Global South
“Dunia butuh a new global ethics, aturan moral global baru, untuk mengatur ulang kekuasaan di bidang teknologi, ekonomi, dan informasi,” ujar Megawati.
Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri
Megawati menyebut tantangan digital ini bukan cuma masalah ekonomi, tapi juga masalah kemanusiaan dan kedaulatan bangsa. Dia menilai, tanpa kendali terhadap teknologi dan data, kemerdekaan sejati sulit dicapai.
“Kita perlu keberanian moral seperti yang dulu ditunjukan Bung Karno. Dunia sekarang perlu regulasi baru supaya teknologi tidak jadi alat penindasan bentuk baru,” katanya.
Dia juga ingatkan bahwa nilai-nilai Pancasila bisa jadi pedoman etik untuk dunia digital. Pancasila, menurutnya, adalah filosofi universal yang menyeimbangkan dunia material dan spiritual, antara hak individu dan tanggung jawab sosial, serta antara kedaulatan nasional dan solidaritas antar bangsa.
Megawati tegaskan bahwa kemajuan teknologi harus dibingkai dalam etika kemanusiaan. Dia ingatkan bahwa nilai-nilai Pancasila bisa menjadi pedoman etik global.
“Dunia yang tidak diatur oleh algoritma tanpa hati nurani, tapi oleh nilai-nilai Pancasila yang menghargai kehidupan,” ujarnya.
Indonesia sekarang termasuk lima besar pengguna internet terbesar di dunia dengan lebih dari 180 juta pengguna aktif. Tapi, menurut Kementerian Kominfo, sekitar 90 persen lalu lintas data nasional masih lewat server asing, yang bikin isu data sovereignty jadi penting dalam kebijakan digital nasional.
Halaman Selanjutnya
Riset Universitas Indonesia (2025) bahkan nyoroti bahwa 72 persen lembaga publik belum punya tata kelola data yang memadai, dan masih bergantung sama vendor luar negeri.