Kenaikan militer Indonesia di karenakan modernisasi sistem senjata, strategi berbasis teknologi, kekuatan personel, dan industri pertahanan dalam negeri yang tumbuh.
Jakarta (ANTARA) – Pada Selasa malam (2 September), Presiden Prabowo Subianto memastikan akan melanjutkan kunjungan resminya ke China, menanggapi undangan dari Presiden Xi Jinping untuk menghadiri Parade Militer Angkatan Bersenjata China di Beijing.
Di tengah meredanya ketegangan dari demonstrasi baru-baru ini di dalam negeri, keputusan Prabowo untuk menghadiri peringatan berakhirnya Perang Dunia II datang setelah permintaan kuat dari pemerintah China.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengakui bahwa dalam beberapa hari terakhir, Beijing mendesak Prabowo untuk hadir, meskipun hanya untuk satu hari.
Kunjungan ini dianggap penting bagi Indonesia, memberikan kesempatan untuk mengamati perkembangan kemampuan militer China sekaligus mempererat hubungan bilateral Indonesia dan menegaskan sikap diplomatiknya di panggung global.
Prabowo tampil dengan ciri khas “diplomasi peci hitam”-nya, mengenakan setelan abu-abu yang mengingatkan pada Presiden pertama Indonesia Soekarno, menandai kehadirannya di antara 26 pemimpin dunia di Lapangan Tiananmen.
Mereka termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, Presiden Iran Masoud Pezeshkian, Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif, Presiden Mongolia Khurelsukh Ukhnaa, dan Presiden Belarus Alexander Lukashenko.
Perdana Menteri Slovakia Robert Fico dan Presiden Serbia Aleksandar Vucic juga hadir, menarik perhatian karena hubungan mereka yang terkenal dengan Rusia.
Di luar memamerkan kekuatan militer China, parade tersebut juga berfungsi sebagai platform diplomatik, terutama relevan untuk Prabowo, yang baru saja memulai masa jabatannya sebagai presiden Indonesia.
Dengan Indonesia menduduki peringkat ke-13 dalam kekuatan militer global oleh Global Firepower (GFP 2025) — dan terkuat di Asia Tenggara — partisipasinya menarik perhatian internasional.
Kenaikan militer Indonesia di karenakan modernisasi sistem senjata, strategi berbasis teknologi, kekuatan personel, dan industri pertahanan dalam negeri yang tumbuh.
Kemajuan ini mendorong Indonesia melampaui Vietnam (ke-23) dan Thailand (ke-25). Singapura berada di peringkat 29, Myanmar 37, Filipina 41, dan Malaysia 42. Kamboja dan Laos tetap berada di peringkat terbawah karena kapasitas yang lebih kecil. Secara total, tujuh negara ASEAN masuk dalam 50 besar.
Berita terkait: Indonesia–China defence ties praised as model for ASEAN
Posisi strategis Indonesia
Kunjungan Prabowo ke China tidak hanya untuk memenuhi undangan, tetapi juga mewakili pengakuan China terhadap Indonesia sebagai kekuatan menengah kunci yang memainkan peran vital dalam stabilitas regional dan global.
China, yang memiliki militer terkuat ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Rusia, memandang Indonesia sebagai mitra penting dalam menjaga stabilitas di kawasan Indo-Pasifik.
Dengan lokasi strategisnya di sepanjang Selat Malaka dan Laut Natuna, Indonesia memegang peran kritis dalam masalah klaim teritorial, kepentingan ekonomi, strategi militer, dan diplomasi internasional di Laut China Selatan.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan wilayah maritim sekitar 5,9 juta kilometer persegi di bawah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), Indonesia mengontrol rute perdagangan global penting yang menghubungkan Samudra Hindia dan Pasifik.
Kontrol atas Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) memperkuat posisi negara sebagai poros maritim global dalam memastikan lalu lintas maritim internasional mengalir dengan aman dan sesuai dengan hukum internasional.
Dalam istilah geopolitik, negara-negara yang menjalin hubungan kuat dengan Indonesia dapat mendapatkan akses yang lebih luas ke salah satu rute perdagangan maritim tersibuk di dunia.
Berita terkait: Cultural Goodwill Spice Route a boost to maritime axis status: govt
Pengakuan dari Prancis
Prancis juga mengakui kemampuan pertahanan Indonesia, karena Paris berupaya mempertahankan pengaruh di Indo-Pasifik menyusul pembentuk aliansi pertahanan AUKUS oleh Australia, Inggris Raya, dan Amerika Serikat pada September 2021.
Di bawah aliansi itu, Washington dan London telah setuju untuk membantu Australia dalam mengembangkan dan mengoperasikan kapal selam bertenaga nuklir untuk memperkuat Angkatan Laut Australia Kerajaan.
Dalam Deklarasi Bersama Indonesia–Prancis Menuju 2050: 100 Tahun Hubungan Diplomatik untuk Kedaulatan, Perdamaian, dan Kesejahteraan, kedua negara berkomitmen untuk menjaga Indo-Pasifik tetap terbuka, aman, dan inklusif.
Ini sejalan dengan Strategi Indo-Pasifik Prancis (2018) dan Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (2019).
Hubungan pertahanan antara Indonesia dan Prancis terus menguat seiring waktu, seperti terlihat pada partisipasi Indonesia dalam parade Hari Bastille 2025, yang melambangkan diperkuatnya diplomasi pertahanan antara kedua negara.
Momentum ini diikuti dengan dialog bilateral tingkat menteri yang menghasilkan beberapa kesepakatan, termasuk penganugerahan pangkat kehormatan oleh pemerintah Prancis kepada Menteri Pertahanan Indonesia Sjafrie Sjamsoeddin.
Kerja sama strategis juga telah meluas ke industri pertahanan melalui transfer teknologi, produksi bersama, dan pengadaan peralatan pertahanan seperti jet tempur dan kapal selam.
Kedua negara juga meningkatkan pelatihan bersama, pertukaran personel militer, dan menegaskan kembali komitmen terhadap misi penjaga perdamaian di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Berita terkait: Indonesia-France Scorpene submarine project underway: Ministry
“Bebas dan aktif”
Kunjungan Presiden Prabowo ke Beijing dan kemitraan pertahanan dengan Prancis mencerminkan komitmen Indonesia dalam menjunjung tinggi diplomasi luar negeri yang “bebas dan aktif”.
Lebih jauh, pengakuan Indonesia yang semakin besar di panggung global tidak hanya berakar pada kekuatan militernya yang berkembang, tetapi juga pada bagaimana kekuatan itu diposisikan dalam kebijakan luar negerinya.
Sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi Indonesia melalui prinsip “bebas dan aktif”, kapasitas militer negara harus menjadi alat untuk perdamaian, keseimbangan, dan kerja sama, bukan dominasi.
Dengan menyelaraskan modernisasi pertahanan dengan diplomasi, Indonesia dapat menegaskan perannya sebagai kekuatan menengah yang menjaga rute maritim, mendukung stabilitas global, dan membangun persahabatan tanpa mengorbankan kemerdekaan atau kerukunan regional.
Prinsip ini sejalan dengan pesan Presiden Prabowo: “Seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak.”
Berita terkait: Indonesia keen to befriend all countries: President Prabowo
Penerjemah: Andi, Kenzu
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025