Pengadilan Tinggi Jakarta telah meningkatkan hukuman penjara yang diberikan kepada Harvey Moeis, yang terbukti dalam kasus korupsi perdagangan timah yang terkait dengan PT Timah, dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun.
Hakim Ketua Teguh Arianto mengatakan bahwa kantornya memutuskan untuk memberikan hukuman yang lebih berat setelah banding diajukan oleh jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung.
“Dengan keputusan ini, Pengadilan Tinggi Jakarta membatalkan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” tambahnya saat memberikan putusan atas banding pada hari Kamis.
Ia mengatakan bahwa pengadilan telah memutuskan untuk mempertahankan denda Rp1 miliar (US$61.000) yang dijatuhkan kepada Moeis, namun hukuman alternatifnya telah ditingkatkan dari enam bulan penjara menjadi delapan bulan.
Pengadilan juga memberikan biaya kompensasi sebesar Rp420 miliar (US$25,6 juta) atau tambahan 10 tahun penjara.
Hukuman baru ini jauh lebih berat daripada denda kompensasi sebelumnya sebesar Rp210 miliar, dengan tambahan dua tahun penjara sebagai alternatif.
Dalam mengeluarkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan beberapa faktor yang memberatkan, termasuk fakta bahwa kejahatan Moeis bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi.
“Kejahatan korupsi terpidana ini juga dianggap sebagai pukulan bagi rakyat, mengingat kondisi ekonomi yang tampak tidak menguntungkan,” tegas Hakim Ketua Arianto.
Pada 23 Desember tahun lalu, sebuah majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara kepada Moeis setelah menyatakan dia bersalah atas kolusi dalam korupsi dan pencucian uang. Jaksa menuntut hukuman 12 tahun penjara.
Hukuman tersebut memicu kemarahan di seluruh negeri, dengan publik menuntut hukuman yang lebih berat atas kerugian sebesar Rp300 triliun (US$18,3 miliar) yang disebabkan kepada negara.
Hukuman tersebut juga menarik perhatian Presiden Prabowo Subianto, yang memerintahkan Kejaksaan Agung untuk mengajukan banding terhadap hukuman ringan dalam kasus korupsi.
Prabowo menekankan bahwa terpidana korupsi harus diberikan hukuman berat dan tidak diberikan kemudahan apa pun di dalam penjara.
Penerjemah: Agatha O, Tegar Nurfitra
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Hak Cipta © ANTARA 2025