Jakarta (ANTARA) – Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menyatakan bahwa rencana pemerintah menempatkan dana Rp200 triliun di bank akan mengikuti skema yang mirip dengan model pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih).
Sebelumnya, pemerintah sudah mengalokasikan Rp16 triliun ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mendukung Kopdes Merah Putih. Alokasi itu akan berlanjut di tahun 2026 dengan tambahan Rp67 triliun, sehingga total dukungan untuk koperasi desa menjadi Rp83 triliun.
“Akan punya model tata kelola yang serupa, tapi intinya kami ingin mempercepat suntikan likuiditas ke ekonomi agar bisa disalurkan sebagai kredit untuk stimulasi aktivitas ekonomi,” kata Febrio usai menghadiri rapat dengan Komisi XI DPR di sini, hari Rabu.
Menurut dia, dengan alokasi rencana hingga Rp200 triliun, pemerintah bertujuan untuk menjangkau program yang lebih luas. Dana tersebut bisa berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang saat ini ditempatkan di Bank Indonesia.
Namun, aturan tata kelola untuk penempatan dana ini masih disiapkan, termasuk regulasi yang akan menjadi payung hukum bagi kebijakan ini.
“Kami masih punya likuiditas yang bisa diarahkan ke bank, dan itu bisa dipakai untuk program kebijakan fiskal inovatif lain untuk dorong pertumbuhan. Tapi untuk saat ini, kami sedang menyiapkan regulasinya,” tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa dana tersebut tidak boleh digunakan bank untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) atau Surat Berharga Bank Indonesia Rupiah (SRBI).
“Tentu saja kami tidak mau bank memakainya untuk beli SBN, karena itu akan kontraproduktif. Kami sedang siapkan regulasinya untuk ini,” tegasnya.
Sejauh ini, Kemenkeu masih menilai bank mana saja yang akan menerima dana tersebut, apakah dari Himbara atau bank swasta, beserta jumlah yang akan ditempatkan di masing-masing bank.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan rencana penarikan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia untuk membantu meningkatkan kinerja ekonomi.
Dia mencatat bahwa belanja pemerintah yang lambat telah mengeringkan likuiditas dalam sistem keuangan, yang menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Saya lihat sistem keuangan kita agak kering, makanya ekonomi melambat. Dua tahun terakhir, masyarakat kesulitan cari kerja dan peluang lain karena kesalahan kebijakan, baik moneter maupun fiskal. Saya yakin Kemenkeu bisa berperan atasi ini,” kata Purbaya.
Dia menjelaskan bahwa dana pemerintah bisa digunakan untuk menyuntikkan likuiditas ke bank agar lebih agresif dalam penyaluran kredit. Di waktu yang sama, percepatan belanja kementerian dan lembaga juga diperlukan untuk mendorong aktivitas ekonomi.
Berita terkait: Pemerintah tarik Rp200 triliun dari BI untuk pacu ekonomi
Berita terkait: Menteri sebut lambatnya belanja dan kelangkaan likuiditas picu gejolak Agustus
*Translator: Primayanti
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025*