Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia telah menetapkan bahwa Inspektur Kepolisian Dua (Aipda) RZ, yang menembak mati siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMKN) 4 Semarang dengan inisial GRO, melanggar hak asasi manusia.
“Tindakan Bapak RZ memenuhi unsur pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” kata Uli Parulian Sihombing, koordinator sub-komisi pemantauan, dalam sebuah pernyataan yang dirilis di Jakarta pada hari Kamis.
Ia menginformasikan bahwa tindakan RZ melanggar hak atas kehidupan, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Penembakan yang mengakibatkan kematian GRO merampas korban dari hak fundamental ini, demikian komisi tersebut.
Selain itu, Komnas HAM mengklasifikasikan insiden tersebut sebagai pembunuhan di luar hukum. Komisi memutuskan bahwa penembakan yang juga melukai dua orang lain tidak dapat dibenarkan sebagai tindakan pembelaan diri. RZ sedang tidak bertugas dan tidak menghadapi ancaman langsung dari pengendara sepeda motor.
“Bapak RZ tidak sedang melaksanakan perintah yang sah untuk menembak ketiga korban tersebut,” kata Sihombing.
Lebih lanjut, RZ terbukti melanggar hak untuk bebas dari perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi Manusia.
Penembakan tersebut juga dianggap melanggar ketentuan Pasal 3 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, yang menjabarkan prinsip-prinsip legalitas, kebutuhan, proporsionalitas, kewajiban umum, pencegahan, dan kewajaran.
Komnas HAM menyatakan bahwa RZ juga melanggar hak perlindungan anak, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Ketiga korban, termasuk GRO (17 tahun), adalah anak di bawah umur dan seharusnya dilindungi dari bahaya.
“Sebagai pejabat negara dan seorang polisi, Bapak RZ seharusnya tidak menembak anak-anak tersebut. Polisi dilarang menggunakan senjata api terhadap anak-anak,” jelas Sihombing.
Temuan Komnas HAM didasarkan pada pemantauan yang dilakukan di Semarang dari tanggal 28 hingga 30 November 2024.
Komisi mengumpulkan informasi dari beberapa sumber, termasuk Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Polisi Semarang, Bidpropam Polda Jawa Tengah, keluarga korban dan saksi, bukti medis dan forensik digital, serta kunjungan ke lokasi.
Penembakan terjadi pada awal November 24 di daerah Simongan Semarang Barat. GRO, korban, dimakamkan di Sragen pada hari yang sama.
Meskipun RZ telah ditahan, namun ia belum dijadikan tersangka. Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah mengonfirmasi bahwa sidang etik akan dilakukan untuk RZ secepatnya.
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Kota Semarang (Polrestabes) Komisaris Polisi Irwan Anwar mengonfirmasi bahwa anggotanya menembak seorang siswa dengan inisial G yang diduga terlibat dalam keributan dan merupakan anggota geng sepeda motor pemuda.
Berita terkait: DPR akan mengevaluasi prosedur penggunaan senjata api oleh personel polisi
Berita terkait: Reformasi praktik kepolisian untuk mencegah penyalahgunaan senjata api
Reporter: Fath Putra Mulya, Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2024