Bandung, VIVA – Bermula dari permasalahan lahan tidur dan tidak adanya akses pangan terdekat di masa Pandemi COVID-19, seorang wanita muda, Vania Febriyantie bersama temannya Galih, mendirikan Seni Tani. Empat tahun berjalan, kini Seni Tani menjadi komunitas dan tempat edukasi urban farming dalam menghasilkan pangan di perkotaan.
Seni Tani sendiri merupakan sosial enterprise atau usaha sosial di di bidang urban farming atau pertanian kota, yang menjadi solusi inovatif bagi masalah ketahanan pangan sekaligus menciptakan lapangan kerja baru. “Seni tani itu adalah urban farming sosial enterprise, di mana kami memanfaatkan lahan tidur diperkotaan dan diubah jadi kebun pangan yang produktif. Jadi awal mula terbentuknya seni tani itu berasal dari di sekitar rumahku, aku tinggalnya di Kota Bandung, itu banyak sekali lahan tidur yang terbengkalai. Dan di sini kami mulai berpikir pada saat pandemi saat itu bahan pangan memang terbatas ya. Kami berpikir bagaimana caranya bisa mendapat akses pangan yang dekat,” kata Project officer Vania Febriyantie diwawancari VIVA, Sabtu 9 November 2024.
Seiring berjalannya waktu, Seni Tani memiliki tiga alasan utama di antaranya adalah (1) adanya lahan-lahan tidur di kawasan Arcamanik, khususnya di Kelurahan Sukamiskin; data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bandung (2021) menunjukan 96% pangan Kota Bandung masih impor, kondisi ini menuntut kita untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan lokal; dan berbagai media menginformasikan tingginya tingkat depresi pemuda di Kota Bandung, salah satu penyebabnya dipicu oleh pengaruh media sosial dan sulitnya mendapatkan pekerjaan di masa pandemi.
“Seni Tani hadir untuk menjadi bagian dari solusi atas berbagai permasalahan yang ada, khususnya dari tiga masalah utama yang sudah dijelaskan di atas. Terdapat tiga aspek yang Kami perjuangkan, yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi,” jelas Vania.
Di sisi lingkungan, Seni Tani mengubah lahan tidur di kawasan lahan SUTT Arcamanik, di lahan tersebut dimenerapkan urban farming dengan memanfaatkan potensi sumber daya sekitar menjadi kebun pangan melalui pertanian organik yang berkelanjutan. Dari segi sosial, Seni Tani melibatkan pemuda dan komunitas untuk mendapatkan nature healing melalui Kebun Komunal; memberikan pelatihan urban farming; serta menyediakan akses pangan lokal dan sehat. Pada aspek ekonomi, para petani muda kota di Seni Tani berdaya dan mendapatkan kepastian pendapatan dari hasil penjualan hasil tani dengan pendekatan sistem CSA (Community Supported Agriculture).
Bersama tiga orang petani muda, kini Seni Tani sedang memanfaatkan 1.000m2 lahan tidur dan telah menghasilkan 330.092 kg berbagai jenis sayuran sehat. Sayuran-sayuran ini mendapatkan nutrisi alami dari lasagna compost yang Kami olah di lahan dengan memanfaatkan berbagai material organik di sekitar kebun seperti rumput liar, ilalang, jerami padi, hingga ampas kopi dari beberapa kedai kopi mitra. Seni Tani, kata Vania, mengaku senang sekali, sebab hingga bulan Oktober kemarin telah hasilkan 2.580 kg panen kompos dan memanfaatkan sebanyak 920 kg ampas kopi.
” Kami juga memanfaatkan sampah-sampah halaman yang ada di sekitar baik itu di lingkungan kami dan warga, untuk diolah menjadi kompos. Di mana kompos ini bisa meregenerasi tanah-tanah yang ada di lahan tidur yang kami kelola. Kami juga mengajak warga untuk bisa berkebun bersama dan menghasilkan akses pangan bersama-sama,Bagi yang ingin mendukung seni tani, kami ajak untuk bergabung di community suported argicuture seni tani,” jelas Vania.
Sayuran hasil panen dari Kebun Seni Tani sendiri, kata Vania mengatakan, akan didistribusikan dengan sistem Community Supported Agriculture (CSA) atau diistilahkan dengan kata Tani Sauyunan. Tani Sauyunan adalah sebuah sistem yang bertujuan mendekatkan antara petani dan masyarakat, di dalamnya terdapat kata Sauyunan, yang memiliki makna kebersamaan. Kebersamaan antara petani muda dan para anggota CSA yang terdaftar.
“Dengan sistem ini, kami berharap petani muda bisa memiliki kepastian pendapatan dan anggota CSA yang bergabung bisa memperoleh pangan sehat dengan harga yang adil. Hingga saat ini Tani Sauyunan sudah memasuki periode ke-6, dengan rata-rata 20 orang anggota perbulannya,” jelas Vania.
Vania mengatakan, berkebun dan mengolah pangan sehat kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup, berbagai kalangan masyarakat mulai menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari antusias masyarakat dalam mengikuti Kelas dan Kebun Komunal Tani Bestari sebanyak 105 orang peserta pada periode Juli – Agustus 2021 lalu. Sesi diskusi dan berbagi pengalaman pun aktif dilakukan pada WhatsApp Grup Seni Tani yang kini berjumlah 101 orang anggota.
Vania mengatakan, pemanfaatan sampah organik menjadi sesuatu hal yang bernilai menjadi misi Seni Tani. Dalam hal ini memanfaatkan sampah organik di sekitar, di mana fokusnya ke sampah-sampah halaman. Kenapa sampah halaman? Karena konsentrasi dinas atau warga Kota Bandung itu masih pada food waste atau sampah dapur.
“Tapi isu lain bahwa sampah-sampah halaman pun, seperti dedaunan ranting, itu tuh belum menjadi konsen pemerintah. Sehingga terjadi banyak penumpukan, di titik titik tertentu di mana sampah halaman itu tidak diangkut oleh pengangkut sampah gitu ya. Sehingga sampah halaman ini bagaimana ditanggulanginya. Pertama dibiarkan menumpuk atau dibakar. Nah pembakaran ini lah yang kurang baik. Pertama kita tinggal di kompleks itu mengganggu masyarakat. Asapnya bisa menyebabkan ISPA dan banyak hal lain,” kata Vania.
Untuk itu, lanjut Vania, Seni Tani mencoba untuk konsentrasi ke arah sampah halaman mengolahnya menjadi sesuatu yang bernilai yaitu menjadi kompos. Di mana komposnya bagaimana kami mengelola sampah halaman ini.
“Ternyata banyak metode yang bisa kita manaatkan. Salah satunya adalah biochar. Dengan memanfaatkan ranting-ranting di sekitar kita untuk kita jadikan satu areng, areng ini lah yang bisa kita manfaatkan untuk menetralisir tanah. Kalau misalnya tanahnya asam,bisa dinetralisir dengan bio char. Yang kita buat dari dari ranting halaman sekitar,” papar Vania.
Selanjutnya, lanjut Vania, sampah halaman pun bisa diolah melalui kompos memakai metode lasagna compost. Yaitu metode kompos secara layering atau bertumpuk. Jadi sampah sampah halaman ini dimanfaatkan dengan cara ditumpuk dengan sampah dedauan hijau atau rumput hijau, komposisinya itu ada coklatan, hijauan, unsur hewani dalam artian kotoran hewan.
“Karena sulit di urban mendapat kotoran hewan, menggangu masyrakat kita membuat satu subsitusi dengan memakai ampas kopi dari kopi shope sekitar,” papar Vania
Vania Febriyantie melahirkan Seni Tani pada masa COVID-19, mengantarkanya sebagai penerima penghargaan SATU Indonesia Awards tahun 2021 yang diselenggarakan PT Astra Internasional Tbk. Tiga tahun berlalu, kini Seni Tani sudah dikenal luas dan bukan hanya menciptakan ketahanan pakan, lapangan pekerjaan bagi anak muda, tetapi juga menjadi tempat edukasi mengenai urban farming. Seni Tani terus melanggah “Bersama, Berkarya, Berkelanjutan” dalam Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia.