Jakarta (ANTARA) – Asosiasi Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) mengatakan bahwa selain regulasi tentang batas kandungan gula, garam, dan lemak, pendidikan diperlukan untuk mencegah obesitas, yang dapat menyebabkan diabetes.
“Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), penyebab obesitas adalah terlalu banyak makan, sehingga asupan kalori berlebihan. Salah satu yang berkontribusi terhadap obesitas ini adalah gula,” kata Kepala Inovasi, Penelitian, dan Pengembangan di PERSAGI, Marudut Sitompul, saat pertemuan dengan Dewan Perwakilan Rakyat di sini pada hari Kamis.
Menurut Sitompul, gula bukanlah satu-satunya penyebab diabetes. Dia mengutip Survei Diet Total 2014, yang menunjukkan bahwa penduduk Yogyakarta mengonsumsi gula paling banyak, namun warga Jakarta memiliki tingkat diabetes tertinggi.
Baru-baru ini, penelitian global telah menunjukkan adanya korelasi antara konsumsi logam berat dan obesitas, katanya. Dia menunjuk pada makanan jajanan goreng yang sering dibungkus dengan kertas bekas cetakan.
Makanan seperti itu tinggi lemak, dan tinta pada pembungkus kertas juga dapat bersentuhan dengan makanan, katanya. Tinta ini bisa mengandung timbal (Pb), tambahnya.
Dia menekankan bahwa obesitas menyebabkan diabetes dan penyakit tidak menular lainnya, oleh karena itu harus dicegah dengan mendidik semua orang tentang hal itu. Dia juga menekankan pentingnya mendidik masyarakat tentang mengonsumsi diet seimbang yang disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan mereka.
Dia juga mengatakan bahwa PERSAGI telah merekomendasikan beberapa hal, seperti harmonisasi regulasi yang ada mengenai batas gula, garam, dan lemak; studi lebih lanjut tentang reformulasi bahan makanan dan minuman; dan pemantauan makanan jajanan.
PERSAGI juga telah menyerukan studi komprehensif tentang korelasi antara pajak atas produk dengan kandungan gula, garam, dan lemak dan jumlah kasus diabetes mellitus, katanya.
Kepala dewan manajemen pusat PERSAGI, Rudatin, mengatakan bahwa Survei Kesehatan Nasional (SKI) 2023 menunjukkan peningkatan besar dalam tingkat obesitas di kalangan orang dewasa berusia 18 tahun ke atas. Selain itu, balita juga mulai mengalami obesitas, katanya.
“Masalah gizi di Indonesia bukan hanya stunting. Ada juga masalah kurang berat badan, wasting, dan bahkan obesitas. Dan obesitas telah mulai memengaruhi anak-anak,” tambah Rudatin.
Berita terkait: Kementerian merinci tiga strategi untuk mengatasi obesitas di Indonesia
Berita terkait: Peran media penting untuk mengubah kebiasaan dalam mengatasi obesitas: kementerian
Copyright © ANTARA 2024