Kamis, 4 Desember 2025 – 17:22 WIB
Jakarta, VIVA – Ketua DPD RI, Sultan Baktiar Najamudin, meminta pemerintah supaya fokus pada kecepatan penanganan korban bencana banjir dan tanah longsor di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.
Sudah 10 hari, sejak 25 November 2025, air bah dari DAS Batang Toru menerjang pemukiman di Sibolga, Tapanuli, Sumut. Kemudian ada juga banjir lumpur di Pasaman, Agam, Solok, Sumbar, dan banyak kabupaten di Aceh. Tapi, sampai hari ini, penanganannya masih belum optimal.
“Setiap korban jiwa bukan cuma angka statistik. Ini adalah darurat kemanusiaan, dan negara harus hadir sepenuhnya. Karena skala bencana ini sudah melebihi kemampuan kapasitas provinsi,” ujar Sultan dalam keterangannya, Kamis 4 Desember 2025.
Sebagai darurat kemanusiaan, Sultan bilang yang dibutuhkan sekarang adalah kecepatan. Kecepatan evakuasi, membuka akses, distribusi logistik, penanganan kesehatan, penampungan pengungsi, hingga pembangunan kembali, supaya masyarakat bisa beraktivitas normal.
Sultan merujuk data BNPB pagi ini, Kamis, 4 Desember 2025. Tercatat 780 korban meninggal dan 564 orang hilang. Lalu, ada ratusan ribu pengungsi yang kondisinya memprihatinkan. Menurut dia, skala dampak ini menunjukkan bahwa penanganan pemerintah harus dilakukan dengan kekuatan nasional tanpa menunggu perdebatan tentang status bencana.
“Utamakan penanganan para korban bencana. Negara harus hadir dengan penuh empati. Menjaga nyawa manusia adalah prioritas utama. Menolong yang hidup, menemukan yang hilang, dan mencegah korban tambahan setelah proses evakuasi,” jelas Sultan.
Lebih lanjut, Sultan yang mantan Wagub Bengkulu ini menegaskan bahwa bencana banjir dan longsor di tiga provinsi ini adalah krisis ekologis, bukan cuma bencana alam biasa. Karena itu, Sultan mendesak pemerintah untuk segera melakukan audit total dan evaluasi tata kelola lingkungan.
Ia tidak menampik bahwa ada curah hujan ekstrem akibat Siklon Tropis Senyar di bagian utara Pulau Sumatera. Tapi, jika ekosistem dan ekologi di hulu DAS Batang Toru tidak rusak, kejadiannya tidak akan seperti ini. Aktivitas ekstraktif, pembukaan lahan, dan pelanggaran tata ruang itulah faktor yang membuat wilayah hilir tidak mampu menahan volume air yang besar.
Audit total yang dimaksud DPD RI, kata Sultan, meliputi audit lingkungan, audit pertambangan, dan audit tata ruang secara menyeluruh. Ia menegaskan bahwa semua hasil audit harus dibuka ke publik sebagai bentuk akuntabilitas dan pemenuhan hak masyarakat untuk mendapat informasi.
Halaman Selanjutnya
Penerima Bintang Republik Indonesia Utama ini menjelaskan bahwa bencana ini juga tidak terlepas dari aktivitas sosial ekonomi yang tidak seimbang, yang disebut Presiden Prabowo Subianto sebagai "serakahnomics".