Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa keberadaan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit (PPDS) adalah strategi untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis di Indonesia.
“Ibaratnya di Indonesia kekurangan dokter spesialis yang sangat besar itu kita atasi dengan sistem PPDS berbasis rumah sakit,” kata beliau dalam konferensi pers di Konferensi Kerja Nasional 2025 Asosiasi Dokter Spesialis Bedah Toraks dan Kardiovaskular Indonesia di Jakarta pada hari Minggu.
Sadikin menginformasikan bahwa Indonesia menghadapi kekurangan dokter spesialis, termasuk dokter spesialis toraks dan kardiovaskular.
Dokter spesialis toraks dan kardiovaskular adalah dokter spesialis untuk penyakit di organ dalam rongga dada, terutama jantung dan paru-paru.
Dokter spesialis ini juga memiliki keahlian dalam mendiagnosis, memberikan obat, dan melakukan pengobatan melalui operasi.
“Saya minta pihak terkait untuk meningkatkan jumlah dokter dengan menurunkan dan menyebarkan pengetahuan. Kita tidak akan kehabisan pasien,” ujar menteri tersebut.
Sebelumnya, beliau menginformasikan bahwa PPDS berbasis rumah sakit akan memberikan prioritas kepada dokter lokal sebagai peserta pendidikan dokter spesialis di rumah sakit pengajar.
“Nantinya, penyediaan dokter spesialis ke semua wilayah akan dilakukan bersama, dengan pendidikan melalui perguruan tinggi dan pendidikan berbasis rumah sakit,” lanjutnya.
Ada enam rumah sakit pengajar yang disiapkan untuk program ini, yaitu Rumah Sakit Mata Cicendo, Rumah Sakit Ortopedi Soeharso, Rumah Sakit Pusat Saraf Nasional (PON), Rumah Sakit Kanker Dharmais, Rumah Sakit Harapan Kita, dan Rumah Sakit Jiwa Harapan Kita RSJPD.
Menurut Sadikin, program ini diharapkan dapat mempercepat pemenuhan kebutuhan dokter spesialis di Indonesia dari 10 tahun menjadi sekitar lima tahun.
Pada tahun 2024, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono juga menyoroti kekurangan 120 ribu dokter umum di negara ini.
Rata-rata, fakultas kedokteran di Indonesia hanya menghasilkan 12 ribu dokter umum per tahun, katanya.
“Oleh karena itu, kita membuka kuota pendidikan dokter umum sebanyak mungkin. Kedua, membuka fakultas kedokteran baru dengan sistem survei kesehatan akademik,” katanya.
Beliau menegaskan bahwa untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, kebutuhan akan dokter harus segera dipenuhi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia.