Pemerintah Diminta Mengambil Tindakan Lebih Tegas Terhadap Pemberontak Papua: MPR

Dia menyarankan agar pemerintah membuat kebijakan yang lebih tegas dan tindakan taktis yang lebih keras terkait mitigasi risiko yang terjadi dan berpotensi terjadi. Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Syarief Hasan pada hari Sabtu kembali menegaskan seruannya agar Pemerintah Indonesia mengambil tindakan yang lebih tegas terhadap gerakan separatis Papua (OPM). “Saya telah berkali-kali mendorong agar pemerintah bertindak lebih tegas, lebih berani, dan lebih keras dalam menghadapi dinamika di Papua. Jangan tunggu lebih banyak kematian, dan gangguan terhadap stabilitas kedaulatan Indonesia,” katanya. Korban terbaru kekejaman pemberontak bersenjata Papua adalah Komandan Komando Distrik Militer 1703-04 Aradide Letnan Dua Oktovianus Sogalrey. Sogalrey diserang dan ditembak mati saat mengendarai sepeda motor di kawasan Pasir Putih Distrik Aradide, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua Tengah, pada Kamis, 11 April. Hasan mengatakan penembakan yang menyebabkan kematian komandan Aradide tersebut hanyalah salah satu insiden mematikan yang terjadi di Papua, dan mengganggu integritas kedaulatan Indonesia. Insiden ini seharusnya menjadi titik awal untuk menerapkan pendekatan baru bagi diplomasi Indonesia atas Papua, dan mendefinisikan kembali pertahanan nasionalnya dalam merespons apa dan bagaimana separatis Papua ditempatkan, tambahnya. Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah membuat kebijakan yang lebih tegas dan tindakan taktis yang lebih keras terkait mitigasi risiko yang terjadi dan berpotensi terjadi. Sinergi dan penggantian dalam penegakan kedaulatan bukan lagi merupakan pilihan tetapi kebutuhan nyata karena tetap diam menimbulkan risiko yang lebih besar bagi kedaulatan Indonesia, katanya. “Di sisi lain, situasi geopolitik regional kita tampaknya lebih dinamis. Tragedi Papua saat ini memang merupakan pukulan bagi kedaulatan negara,” kata Hasan. Selama beberapa tahun terakhir, kelompok bersenjata Papua sering menggunakan taktik serangan mendadak terhadap personel keamanan Indonesia dan melakukan tindakan teror terhadap warga sipil di distrik-distrik Intan Jaya, Nduga, Puncak, dan Maybrat untuk menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat. Sasaran dari tindakan teror tersebut termasuk pekerja konstruksi, pengemudi ojek, guru, murid, pedagang makanan jalanan, bahkan pesawat sipil. Pada 2 Desember 2018, misalnya, sekelompok pemberontak bersenjata Papua dengan kejam membunuh 31 pekerja dari PT Istaka Karya yang terlibat dalam proyek Trans Papua di Kali Yigi dan Kali Aurak di Kecamatan Yigi, Kabupaten Nduga. Pada dini hari 2 September 2021, beberapa anggota kelompok teroris separatis Papua yang beroperasi di Kabupaten Maybrat menyerang tentara saat mereka tertidur di pos militer Kisor. Pos itu terletak di Desa Kisor, Kecamatan Aifat Selatan. Pada 2 Maret 2022, banyak anggota kelompok bersenjata Papua yang beroperasi di Kecamatan Beoga, Kabupaten Puncak, membunuh delapan pekerja Palaparing Timur Telematika (PTT) yang sedang memperbaiki menara base transceiver station (BTS) milik operator telekomunikasi milik negara Telkomsel. Pada 7 Februari 2023, pilot asal Selandia Baru Phillip Mark Mehrtens dibawa sebagai sandera oleh kelompok bersenjata yang dipimpin Egianus Kogoya. Philip sedang menerbangkan pesawat milik maskapai Indonesia Susi Air ketika kelompok bersenjata itu menangkapnya. Anggota kelompok itu membakar pesawatnya tak lama setelah mendarat di Kabupaten Nduga. Berita terkait: Operasi Peace Cartenz menangkap delapan pemberontak Papua yang dicurigai Berita terkait: Pembunuhan pejabat militer Papua adalah pelanggaran hak asasi manusia: TNI Penyunting: Arie Novarina Copyright © ANTARA 2024

MEMBACA  Pengiriman Juli Li Auto mencetak rekor saat pembeli mobil listrik China lebih memilih mobil hibrida