Jakarta (ANTARA) – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menekankan bahwa dia akan mengambil tindakan tegas terhadap aktivitas penambangan ilegal yang dilakukan di kawasan Taman Nasional Halimun Salak, Jawa Barat.
“Semua orang yang terlibat akan ditindak sekeras mungkin. Untuk sanksinya, silakan merujuk pada peraturan. Semua yang bisa kami lakukan untuk menangani masalah ini, akan kami lakukan,” ujar Antoni di sini pada hari Rabu.
Dia telah memerintahkan direktorat penegakan hukum kementerian untuk menyelesaikan masalah ini dan memberikan sanksi kepada pelakunya.
Sebelumnya, gambar deretan tenda biru di kawasan Taman Nasional Halimun Salak menjadi viral di media sosial setelah terlihat di citra satelit Google Maps.
Penambangan ilegal juga diduga terjadi di Mandalika, Nusa Tenggara Barat.
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian telah mengambil langkah-langkah tegas, termasuk memperkuat pengawasan, memasang papan peringatan di Taman Wisata Alam Gunung Prabu, dan berkoordinasi dengan pihak berwajib untuk menindak lanjut secara hukum.
Direktorat jenderal juga berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait untuk menangani pelanggaran yang terjadi di luar kawasan hutan (Area Penggunaan Lain/APL), serta memastikan proses hukum berjalan dengan lancar.
“Penambangan tanpa izin sangat dilarang, terutama jika masuk atau berdampak pada kawasan hutan dan konservasi. Kami akan menegakkan aturan administratif, perdata, dan pidana secara sesuai,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian, Dwi Januanto Nugroho, pada Senin, 27 Oktober.
Para pelaku harus menghentikan operasi mereka, memulihkan lingkungan, dan bertanggung jawab penuh atas kerusakan yang mereka sebabkan, jelas Nugroho.
Berita terkait: Kementerian perketat pengawasan tambang ilegal di Area Mandalika
Berita terkait: Indonesia soroti integrasi tambang dan strategi mineral kritikal di IMARC Australia
Berita terkait: Pemerintah Indonesia janji SDA dan tambang untuk rakyat
Penerjemah: Arnidhya Nur Zhafira, Mecca Yumna
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025