Pemerintah Berharap Menurunkan Angka Kejadian Kanker Serviks Secara Signifikan pada Tahun 2030

Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kesehatan Indonesia berharap dapat signifikan menurunkan kejadian kanker serviks secara nasional menjadi 4 per 100 ribu penduduk pada tahun 2030.

Kepala tim kerja kanker dan gangguan darah dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian, Dr. Theresia Sandra Diah Ratih, pada hari Kamis menginformasikan bahwa kejadian kanker serviks secara global saat ini berada di angka 13 dari 100 ribu penduduk.

Sementara itu, di Indonesia, rasio tersebut adalah 23,3 per 100 ribu penduduk — dua kali lipat dari angka global.

“Tingkat kematian juga sama. Jika tingkat kematian akibat kanker serviks di dunia sekitar 7,3, kita masih memiliki 13,3, hampir dua kali lipat dari angka tersebut,” ungkapnya.

Ia kemudian merinci data tahun 2022 dari International Agency for Research on Cancer, yang memperkirakan 408 ribu kasus kanker baru dan hampir 243 ribu kematian akibat kanker di Indonesia.

Ratih mengatakan bahwa Indonesia telah melakukan upaya pencegahan secara keseluruhan untuk mengurangi kasus kanker serviks, termasuk melalui vaksinasi dan pengobatan.

Namun, negara ini menghadapi tantangan terkait pengobatan kanker karena sebagian besar kasus terdeteksi pada tahap lanjut, menyebabkan biaya pengobatan yang lebih tinggi, tambahnya.

“Sebagian besar kanker serviks disebabkan oleh infeksi persisten atau infeksi berkelanjutan dari human papillomavirus onkogenik. Jadi, beberapa human papillomavirus onkogenik, beberapa tidak onkogenik,” jelasnya.

Berita terkait: Cegah kanker serviks melalui vaksinasi, seks aman: Kementerian

Dengan membangun kesadaran bahwa virus HPV dapat menyebabkan kanker, pencegahan dapat dilakukan dengan lebih mudah, termasuk penemuan lesi pra kanker, ujar Ratih.

“Sehingga sebelum mencapai kanker, kita juga dapat mendeteksinya. Karena kita dapat mengobati kanker pada tahap awal dengan lebih mudah. Oleh karena itu, strategi global WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) menetapkan bahwa 90 persen dari anak perempuan harus divaksinasi terhadap HPV,” tambahnya.

MEMBACA  Ancaman Polisi Terhadap Pelanggan yang Membeli Video Porno Anak dari Pria di Bekasi

Langkah lain yang direkomendasikan oleh WHO adalah melakukan tes kinerja tinggi untuk 70 persen perempuan berusia 35–45 tahun. Selain itu, 90 persen perempuan dengan lesi pra kanker harus menerima pengobatan sesuai standar yang ditetapkan.

Menurutnya, langkah-langkah ini dapat membantu mengeliminasi kanker serviks dalam 20–30 tahun ke depan. Selain itu, kementerian sedang melakukan transformasi kesehatan untuk mempercepat proses eliminasi.

Transformasi tersebut terdiri dari empat pilar, yaitu penyediaan layanan yang terdiri dari vaksinasi, skrining, dan manajemen.

“Kemudian, pilar kedua adalah pendidikan, di mana kami akan memperkuat pendidikan bagi petugas kesehatan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan mereka dalam memberikan pelayanan. Kami juga akan meningkatkan kesadaran dan edukasi publik untuk mendorong orang melakukan imunisasi dan vaksinasi,” katanya.

Pilar ketiga adalah mendorong kemajuan melalui pemantauan, evaluasi, dan riset serta penggerak digital, yaitu sistem pencatatan pelaporan untuk mengingatkan publik tentang vaksinasi dan skrining, antara lain.

Pilar terakhir adalah manajemen dan organisasi, yang mencakup tata kelola dan kebijakan, kemudian pembiayaan untuk eliminasi, kolaborasi, dan kemitraan lintas sektor, kata Ratih.

Berita terkait: Kementerian sediakan deteksi dini kanker mudah, terjangkau di Puskesmas

Penerjemah: Mecca Yumna N P, Resinta Sulistiyandari
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Hak Cipta © ANTARA 2024