Denpasar (ANTARA) – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq pada hari Senin berbagi rencananya untuk mencari kompensasi yang sah dari produsen barang yang gagal mencegah polusi lingkungan yang disebabkan oleh limbah plastik yang mereka hasilkan.
“Kami akan menuntut mereka dengan bantuan data konkret, dan kami akan segera memanggil para ahli untuk tujuan ini,” katanya di kabupaten Gianyar, provinsi Bali.
Nurofiq mengatakan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup sedang dalam proses pengumpulan data dari organisasi lingkungan dan masyarakat yang telah bekerja untuk membantu pemerintah mengatasi masalah sampah plastik di Indonesia.
Dia menambahkan bahwa pengawas dan penyelidik dari kementerian akan mempelajari data tersebut untuk mendukung formulasi instrumen paksa yang bertujuan untuk memaksa perusahaan nakal untuk menangani kerusakan yang mereka sebabkan.
Untuk membenarkan inisiatifnya, menteri merujuk kepada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang menetapkan bahwa produsen kemasan bertanggung jawab atas pengendalian dan pengelolaan output limbah mereka.
“Ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan ini wajib untuk menjaga limbah mereka agar tetap dalam jangkauan mereka. Dengan kata lain, mereka tidak boleh menyerahkan tanggung jawab ini kepada masyarakat,” katanya.
Dia juga mengutip Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan mengatakan bahwa para pencemar wajib memberikan kompensasi atas polusi yang mereka hasilkan.
Lebih lanjut mengenai rencananya, Nurofiq mengatakan bahwa kementeriannya dapat menggunakan dua strategi melawan pencemar: memaksa mereka membayar kompensasi atau memaksa mereka terlibat dalam upaya restorasi lingkungan.
Jika kedua opsi tersebut tidak berhasil, kementerian akan menggunakan tindakan hukum dan menuntut para pencemar atas pelanggaran pidana, tambahnya.
Menteri tersebut menyampaikan pernyataan tersebut saat melakukan tinjauan fasilitas daur ulang limbah plastik yang dioperasikan oleh organisasi lingkungan Sungai Watch di Sukawati, Gianyar.
Sejak didirikan pada tahun 2020, organisasi ini telah mengumpulkan data tentang produsen kemasan yang berkontribusi pada polusi lingkungan.
I Made Dwi Bagiasa, seorang perwakilan dari organisasi tersebut, mencatat bahwa lima perusahaan telah memberikan kontribusi terbesar dalam penanganan limbah kemasan yang ditemukan di beberapa sungai dan daerah pantai di seluruh Bali.
Dia mengatakan bahwa organisasinya mengoperasikan lima fasilitas daur ulang plastik di Gianyar, Denpasar, Tabanan, Badung, dan Buleleng.
Di Gianyar, Sungai Watch mengekstraksi 2,5 ton limbah plastik dari sungai menggunakan jaring setiap bulan, sementara hingga tiga ton limbah dibersihkan di kota Denpasar setiap bulan, tambahnya.
Berita terkait: BRIN mengembangkan teknologi untuk mengubah plastik menjadi bahan bakar
Berita terkait: Indonesia menargetkan polusi sungai untuk melawan sampah laut
Berita terkait: Empat menteri ikut serta dalam kegiatan pembersihan Pantai Kuta
Translator: Dewa K, Tegar Nurfitra
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025