Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa penyediaan peralatan kesehatan ke pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit akan terus berlanjut hingga 2027 sebagai bagian dari transformasi kesehatan primer, dengan biaya program dipatok sebesar Rp50 triliun.
Direktur jenderal farmasi dan peralatan kesehatan di kementerian, Rizka Andalucia, mengatakan bahwa peralihan dari pendekatan kuratif ke promosi dan preventif, yang mencakup skrining dan vaksinasi, harus disertai dengan kesiapan peralatan kesehatan, yaitu alat diagnostik.
“Kami ingin beralih dari pendekatan kuratif ke promosi dan preventif. Saat ini, anggaran kesehatan hanya 17 persen untuk pencegahan dan 67 persen untuk pengobatan,” Andalucia menekankan dalam “Forum Nasional Farmasi dan Peralatan Kesehatan,” yang disiarkan di sini pada hari Selasa.
Contoh skrining yang diperlukan termasuk yang dilakukan untuk mendeteksi hipertiroidisme kongenital, thalassemia, anemia, dan kanker pada anak-anak, serta penyakit kardiovaskular dan stroke pada orang dewasa, ujarnya. Semua skrining ini memerlukan perangkat yang cukup, tambahnya.
Dia menginformasikan bahwa saat ini, Indonesia memiliki sekitar 10 ribu pusat kesehatan masyarakat; namun, pusat-pusat tersebut belum dibentuk di setidaknya 171 kecamatan, seperti yang baru-baru ini terbentuk. Daerah-daerah ini harus diberikan perawatan kesehatan primer, tegasnya.
Menurut Andalucia, upaya yang dilakukan oleh kementerian untuk mewujudkan transformasi kesehatan primer telah termasuk penyediaan peralatan antropometri ke posyandu serta USG untuk menekan kematian ibu serta mendeteksi kanker payudara.
“Dua alat yang telah kami sebar massal ke semua pusat kesehatan masyarakat dan posyandu, baik antropometri maupun USG, dapat diproduksi secara domestik. Kami telah melakukan konsolidasi, dan semuanya menggunakan produk dalam negeri,” katanya.
Dia juga mengatakan bahwa revitalisasi struktur dan jaringan layanan kesehatan primer telah disertai dengan peningkatan laboratorium dari tingkat desa hingga nasional.
Penyediaan peralatan kesehatan telah membawa perbaikan, tambahnya. Dia mengutip contoh skrining untuk hipertiroidisme kongenital pada bayi yang jumlahnya meningkat drastis dari 101.797 bayi yang diskrining pada tahun 2022 menjadi 1.249.094 pada tahun 2023.
Dia mengatakan bahwa masalah kesehatan ini mengganggu perkembangan bayi dan berdampak negatif pada kecerdasan. Dengan bantuan skrining, tambahnya, intervensi dan langkah-langkah lebih awal dapat dilakukan untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak dengan hipertiroidisme kongenital.
Berita terkait: Masyarakat hanya boleh membeli perangkat medis yang memiliki izin distribusi: pemerintah
Berita terkait: 96,2% bantuan pemerintah mengalir ke daerah untuk penanganan penyakit bencana
Berita terkait: Rp30 triliun dialokasikan untuk perangkat bagi pasien penyakit bencana
Reporter: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Azis Kurmala
Hak cipta © ANTARA 2024