Ministry of Education, Culture, Research, and Technology akan melakukan pemetaan ulang bahasa daerah dan sastra tahun depan karena peta bahasa daerah saat ini tidak lagi relevan.
“Pada tahun depan, kita perlu melakukannya lagi, yaitu memetakan bahasa daerah dan sastra karena ternyata pada tahun 2019, ketika kita memiliki peta bahasa daerah di Indonesia, peta tersebut tidak lagi relevan,” kata Aminudin Aziz, Kepala Badan Pengembangan Bahasa, dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR di Jakarta pada hari Rabu.
Pemetaan ulang bahasa daerah dan sastra akan dimasukkan dalam program Perlindungan Bahasa Daerah tahun depan dengan anggaran Rp9,1 miliar, ungkapnya.
Dia menjelaskan bahwa pemetaan ulang bahasa daerah dan sastra diperlukan karena peta bahasa daerah dan sastra saat ini tidak lagi relevan mengingat perkembangan zaman yang masif.
Dia mengatakan bahwa status banyak bahasa daerah telah berubah — beberapa telah mulai kehilangan penutur, dan bahasa-bahasa baru telah ditemukan yang tidak tercatat dalam peta lama.
“Kemudian, kita akan memetakan ulang bahasa daerah dan sastra,” tambahnya.
Latihan pemetaan ulang, katanya, akan dilakukan tahun depan, dan akan mencakup upaya untuk merevitalisasi bahasa daerah.
Badan Pengembangan Bahasa telah melakukan upaya untuk merevitalisasi bahasa daerah sejak tahun 2021, ketika telah direvitalisasi lima bahasa daerah.
Sejauh ini, 93 bahasa daerah telah direvitalisasi, dan diharapkan jumlahnya akan mencapai 100 tahun depan.