Pemeriksaan Pengisian Gas 3 Kg, Menemukan Potensi Kerugian Konsumen Miliaran Rupiah

Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga melakukan pengawasan terhadap produk gas Elpiji 3 kg (subsidi) dengan tujuan untuk menjamin kesesuaian pelabelan dan kualitas produk dalam transaksi perdagangan. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menjelaskan bahwa pengawasan tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada konsumen. Pengawasan dilakukan di berbagai wilayah seperti Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, dan Provinsi Daerah Khusus Jakarta.

Hasil pengawasan menunjukkan adanya ketidaksesuaian pelabelan dan kualitas produk gas Elpiji 3 kg, yang dapat merugikan konsumen. Potensi kerugian konsumen akibat ketidaksesuaian ini mencapai Rp 1,7 miliar per tahun untuk setiap stasiun pengisian gas. Total kerugian akibat ketidaksesuaian kuantitas produk gas Elpiji 3 kg mencapai Rp 18,7 miliar per tahun dari 12 stasiun pengisian gas.

Pelanggaran terhadap aturan yang ditemukan dalam pengawasan ini berpotensi melanggar Pasal 134 dan Pasal 137 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan. Sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku usaha yang melanggar aturan tersebut termasuk sanksi administratif dan pencabutan perizinan.

Pihak Kemendag telah melakukan tindakan pengamanan terhadap produk gas Elpiji 3 kg yang tidak sesuai dengan melakukan penyegelan sementara untuk mencegah produk tersebut diedarkan kepada masyarakat. Langkah-langkah perbaikan SOP dan mekanisme pengisian produk gas Elpiji 3 kg juga akan dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan yang berlaku.

Potensi kerugian konsumen akibat ketidaksesuaian kualitas dan kuantitas produk gas Elpiji 3 kg merupakan masalah serius yang harus segera ditindaklanjuti untuk melindungi hak konsumen dan memastikan keberlangsungan perdagangan yang adil dan berkeadilan.

MEMBACA  Komnas HAM memperingatkan potensi pelanggaran hak asasi manusia di sektor pariwisata