Pemantauan Ekosistem Laut oleh BKKPN Menyertai Proyek Penanganan Abrasi Gili Meno

Mataram, NTB (ANTARA) – Kantor Wilayah Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang sedang memantau keberlanjutan ekosistem laut di tengah pembangunan proyek pencegahan abrasi di sepanjang daerah penyangga pantai dan perairan sekitar Gili Meno, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.

Koordinator BKKPN Kupang untuk wilayah perairan Gili Trawangan, Meno, dan Air, Martanina, menyebutkan pemantauan ini merupakan bagian dari mandat lembaga untuk melindungi ekosistem laut di dalam area konservasi.

"Pemeriksaan terakhir dilakukan beberapa waktu lalu, saya tidak ingat persis bulannya. Saat itu, kita turun bersama anggota DPR. Kita akan lakukan pemeriksaan lagi," kata Martanina dalam wawancara telepon dari Mataram pada Senin.

Dia menjelaskan, untuk proyek tersebut, BKKPN telah menerbitkan persetujuan kesesuaian penggunaan ruang laut untuk kegiatan yang dilakukan di perairan, yaitu pembangunan breakwater dan groin.

"Jadi, dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, hanya terbit persetujuan penggunaan ruang lautnya. Analisis dampak lingkungan dan izin lain menjadi kewenangan pemerintah daerah," ujarnya.

Sementara, izin pembangunan revetment di sepanjang daerah penyangga pantai kawasan wisata Gili Meno berada di luar kewenangan BKKPN dan telah ditangani oleh Balai Besar Wilayah Sungai dan pemerintah daerah.

Sebagai bagian dari proses perizinan, pemerintah daerah telah menyatakan komitmennya untuk melaksanakan rehabilitasi ekosistem laut bersama masyarakat setempat.

Untuk mendukung rencana rehabilitasi itu, BKKPN juga akan melakukan inspeksi lapangan untuk memastikan upaya rehabilitasi pasca-proyek dilaksanakan dengan baik dan sesuai prosedur yang berlaku.

"Iya, nanti mereka akan lakukan rehabilitasi bersama masyarakat Gili Meno, dan kita akan lakukan inspeksi untuk pastikan rehabilitasi mengikuti SOP yang ada, termasuk lokasi penanaman bibit dan aspek lainnya," katanya.

Martanina menyebutkan, proyek pencegahan abrasi yang berada di bawah kewenangan Kementerian PUPR ini berawal dari kekhawatiran masyarakat di kawasan wisata Gili Trawangan, Meno, dan Air terhadap ancaman erosi pantai.

MEMBACA  Dana ETF Bertenaga Strategi Terpukul Keras oleh Anjloknya Kripto

"Pada 2019, memang ada permintaan dari masyarakat di tiga pulau itu untuk mencegah abrasi, karena dianggap ancaman serius," jelasnya.

Permintaan itu kemudian diteruskan pemerintah daerah ke pemerintah pusat dan mendapat respons positif dari Bappenas. Pemerintah pusat kemudian menyusun detailed engineering design (DED) pada 2022.

"Dari desain itu, diketahui abrasi telah menggerus pulau sekitar 2,5 hingga 3 meter per tahun. Dalam 10 tahun terakhir, sekitar 30 meter telah hilang," ujarnya.

Hasil pemetaan itu kemudian dibahas dalam forum, yang berujung pada persetujuan pelaksanaan proyek pencegahan abrasi dari daerah penyangga pantai hingga perairan sekitar Gili Meno.

Martanina mencatat, tidak semua metode dan lokasi yang diusulkan langsung disetujui.

"Waktu itu, ada beberapa metode dan lokasi diusulkan, dan kita toak sebagian. Kalau lokasinya terdapat terumbu karang yang bagus dan ekosistem sensitif lain, kita tolak. Metode yang berpotensi menyebabkan kerusakan juga kita tolak," tegasnya.

Dia menyakini proyek ini telah melalui kajian dan pembahasan yang mendalam sebelum akhirnya dijalankan pada 2025.

Sebelumnya, proyek ini menarik perhatian publik dan mengundang kekhawatiran sejumlah wisatawan asing atas potensi kerusakan ekosistem laut.

Kekhawatiran ini muncul dari penggunaan alat berat untuk memindahkan material konstruksi, termasuk tumpukan batu di sepanjang daerah penyangga pantai hingga ke perairan.

Berita terkait: West Aceh plants thousand trees to combat coastal erosion

Berita terkait: BNPB installing eco-friendly gabions against abrasion in Central Java

Berita terkait: Balancing biodiversity and disaster mitigation efforts with mangroves

Penerjemah: Dhimas Budi Pratama, Primayanti
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025

Tinggalkan komentar