Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi VII DPR, Saleh Partaonan Daulay, meminta kreatifitas lebih dari pelaku pariwisata dan UMKM di Siak, Riau, untuk menjadikan daerah ini sebagai destinasi utama, bukan sekadar pelengkap.
“Pelaku pariwisata harus lebih kreatif dalam membangun industri pariwisata yang menarik. Dengan manajemen yg baik, biro perjalanan dan bisnis pariwisata bisa promosi Siak sebagai tujuan utama, bukan pilihan kedua,” kata Saleh dalam pernyataan yang diterima di Jakarta pada Sabtu.
Setelah kunjungan kerja Komisi VII ke Kabupaten Siak tanggal 25 Juli, Saleh menilai warisan sejarah Siak sebagai pusat Kesultanan Melayu belum cukup untuk mengangkatnya di peta pariwisata nasional.
“Kreativitas dalam industri pariwisata dan infrastruktur pendukung yg kuat juga penting,” ujarnya.
Daulay menyatakan Siak punya potensi bersaing dengan destinasi besar di Indonesia seperti Bali, Borobudur, Labuan Bajo, Danau Toba, dan Raja Ampat.
Namun, untuk mencapai itu, perlu perbaikan menyeluruh, termasuk memperkuat ekosistem UMKM yang tidak hanya mendongkrak ekonomi lokal tapi juga meningkatkan pengalaman wisatawan.
Ia juga menekankan pentingnya renovasi Istana Siak, bukan hanya secara fisik tapi juga sebagai bagian dari pengalaman wisata yang lebih luas.
“Renovasi istana perlu, tapi wisatawan juga cari lebih. Harus ada area belanja dan tempat membeli suvenir Melayu yang mudah dijangkau. Kalau fasilitas tersebar, daya tariknya berkurang,” jelasnya.
Saleh menyarankan konsep seperti di Bali, di mana wisatawan bisa dengan mudah menemukan pusat suvenir dan kerajinan lokal di area terpadu.
“Di pariwisata modern, wisatawan ingin paket lengkap. Mereka cari sejarah, kuliner, suvenir, dan pengalaman lokal dalam satu perjalanan. Siak punya aset budaya kuat—yang dibutuhkan adalah kemasan kreatif agar menarik,” tegasnya.
Pendekatan ini, menurutnya, akan membantu UMKM memperluas pasar sekaligus memberi kenyamanan bagi wisatawan.
“Bayangkan wisatawan datang ke Siak bukan hanya melihat istana tapi juga menikmati kuliner lokal, belajar tenun tradisional, beli suvenir unik, dan berinteraksi dengan masyarakat. Itu yang bikin mereka ingin kembali,” ucap Saleh.
Ia juga menekankan perlunya UMKM Siak meningkatkan kualitas produk dan kemasan agar tetap kompetitif.
Bukan hanya kuantitas, tapi juga inovasi, cerita, dan branding yang mencerminkan identitas Melayu.
“Misalnya, kain tenun Siak atau makanan tradisional bisa dikemas secara modern tanpa kehilangan keasliannya. Kemasan menarik membuat wisatawan lebih tertarik beli, bahkan sebagai suvenir premium,” paparnya.
Saleh juga menyoroti pentingnya promosi melalui berbagai saluran untuk menampilkan potensi pariwisata Siak, termasuk media sosial, kemitraan dengan biro perjalanan, dan dukungan siaran publik.
Ia menekankan perlunya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, karena pengembangan pariwisata membutuhkan koordinasi lintas sektor—mulai dari perencanaan infrastruktur, pemberdayaan bisnis, hingga pengembangan paket wisata budaya.
“Kalau semua pihak bergerak bersama, dampaknya akan lebih besar. Pemerintah pusat bisa bantu regulasi dan promosi nasional, sementara pemerintah daerah fokus kelola destinasi dan bimbing UMKM. Kita perlu visi bersama untuk menjadikan Siak sebagai kebanggaan wisata budaya Indonesia,” ungkapnya.
Saleh optimis Siak bisa masuk peta pariwisata global dengan pengelolaan tepat, terutama di tengah tren wisata berbasis budaya yang semakin berkembang.
“Wisatawan mencari pengalaman autentik, jauh dari keramaian kota besar. Siak, dengan warisan budaya dan keramahan masyarakatnya, punya modal untuk memenuhi itu,” katanya.
“Tinggal memolesnya saja. Potensinya sudah ada. Dengan usaha konsisten, saya yakin Siak akan jadi destinasi unggulan, dikenal nasional maupun global,” tutupnya.
Berita terkait: Perpusnas sediakan perpustakaan keliling dan 25 ribu buku untuk Siak Riau
Berita terkait: Harimau sumatera serang pekerja sagu di hutan Siak Riau
Berita terkait: Kabupaten Siak Riau kumpulkan Rp1,35 miliar untuk Palestina
Penerjemah: Primayanti
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025