memuat…
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona, mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait TAP MPR No.VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Foto/SINDOnews
JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona, mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait TAP MPR No.VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Hal ini sebagai tanggapan dan kritikan terhadap pernyataan Presiden Jokowi mengenai kepala negara yang diperbolehkan untuk berkampanye dan memihak pada salah satu pasangan calon dalam kontestasi Pemilu 2024 asalkan tidak menggunakan fasilitas negara.
“Presiden Jokowi perlu diingatkan mengenai TAP MPR No. VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa yang menekankan pada kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, rasa malu, dan tanggung jawab dalam menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga negara,” kata Yance saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Rabu (24/1/2024).
Yance mengakui bahwa aturan memungkinkan presiden untuk cuti. Namun, hal tersebut tidak menjamin bahwa presiden akan bersikap netral dan adil. “Dapat terjadi, misalnya pagi hari membagikan bantuan sosial atas nama presiden, kemudian sorenya ikut mengampanyekan anaknya yang menjadi calon wakil presiden,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa seorang kepala negara diizinkan untuk berkampanye atau memihak untuk memberikan dukungan politik. Hal ini merespons adanya menteri kabinet yang tidak memiliki hubungan dengan politik namun ikut serta sebagai tim sukses pasangan calon presiden-wakil presiden.
“Ini adalah hak demokrasi, hak politik setiap orang, setiap menteri sama saja. Yang terpenting, presiden diperbolehkan untuk berkampanye, presiden diperbolehkan untuk memihak, boleh,” kata Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Jokowi mengatakan bahwa meskipun kepala negara atau menteri bukanlah pejabat politik, namun sebagai pejabat negara mereka memiliki hak untuk berpolitik. “Boleh Pak, kita ini adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa sekarang enggak boleh? Berpolitik boleh. Menteri juga boleh,” kata Jokowi.
(cip)