Jayapura (ANTARA) – Balai Karantina Hewan dan Tumbuhan Papua, bekerjasama dengan petugas keamanan penerbangan (Avsec), menggagalkan upaya pengiriman seekor burung cenderawasih (Lophorina superba) melalui kargo di Bandara Sentani, Jayapura pada tanggal 24 September.
Kepala Balai, Lutfie Natsir, mengatakan di Jayapura pada Kamis bahwa instansinya tetap berkomitmen untuk memperketat pengawasan terhadap peredaran satwa dan tumbuhan langka, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Natsir mencatat, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.106/2018, burung cenderawasih tergolong spesies yang dilindungi.
“Menurut Pasal 21 Ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, satwa yang dilindungi tidak boleh diangkut,” tambahnya dia.
Dia menjelaskan bahwa upaya penyelundupan itu terdeteksi saat pemeriksaan kargo, ketika mesin sinar-X menunjukkan burung langka tersebut—yang sudah mati—berada di dalam paket styrofoam yang dibungkus rapi.
“Barang bukti telah diserahkan ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua untuk ditindaklanjuti sesuai regulasi yang berlaku,” ucapnya.
Natsir mengapresiasi respon cepat dari tim Avsec Bandara Sentani dalam mengidentifikasi paket mencurigakan tersebut.
“Kami harap kolaborasi ini terus berjalan dengan lancar. Papua adalah rumah bagi banyak spesies endemik, termasuk cenderawasih. Melindungi mereka adalah tanggung jawab kita bersama,” imbuh Natsir.
Dia menekankan bahwa upaya penyelundupan yang gagal ini menunjukan perlunya pengawasan yang lebih ketat di semua pintu masuk dan keluar untuk mencegah praktik ilegal yang mengancam keanekaragaman hayati dan stabilitas ekonomi.
“Selain itu, karantina memainkan peran penting dalam mencegah masuk, keluar, dan menyebarnya hama karantina yang menyerang hewan, ikan, dan tumbuhan. Kasus ini menunjukkan sinergi yang efektif antar instansi dalam menggagalkan upaya penyelundupan,” tutupnya.
*Penerjemah: Qadri Pratiwi, Cindy Frishanti Octavia
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Hak Cipta © ANTARA 2025*