Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyimpulkan bahwa moderasi beragama yang dipromosikan oleh pemerintah Indonesia telah berhasil mengurangi konflik antar agama secara nasional. Kepala Organisasi Riset Sosial dan Humaniora BRIN, Ahmad Najib Burhani, menyatakan bahwa konflik antar agama terus menurun setelah polarisasi politik yang menyebabkan ketegangan antar agama selama pemilihan umum 2014. “Ada asumsi bahwa polarisasi agama bisa terjadi lagi setelah 2014. Memang terjadi lagi, meskipun dalam skala yang lebih kecil (dibandingkan dengan 2014). Kita dapat mengaitkan hal ini dengan keberhasilan pemerintah dalam mempromosikan moderasi beragama,” ujar Burhani dalam diskusi publik di sini pada hari Rabu. Dia mencatat bahwa pembubaran organisasi fundamentalis Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI), serta rekonsiliasi antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto, juga turut berkontribusi dalam meredam ketegangan antar agama secara nasional. Dia menekankan bahwa hanya menyelesaikan konflik antar agama saja tidak cukup karena pemerintah perlu mengambil langkah lebih lanjut untuk memperkuat harmoni agama, termasuk mengimplementasikan prinsip “maslahah agama”, yang mengutamakan tindakan yang bermanfaat bagi seluruh komunitas agama. “Konsep ini merupakan upaya kita untuk menemukan potensi untuk mewujudkan kebaikan bersama dan kemakmuran (dari nilai-nilai agama),” ujar Burhani. Dia menjelaskan bahwa “maslahah agama” didasarkan pada prinsip hukum Islam bahwa keputusan publik harus dibuat demi kepentingan menjaga agama, diri sendiri, keturunan, harta, dan lingkungan. Dia menekankan bahwa hal ini juga telah diintegrasikan sebagai salah satu agenda yang dipromosikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk periode 2025-2045. Burhani berharap hal ini akan membantu memperkuat harmoni antar agama di Indonesia untuk mencapai tujuan bersama kemakmuran dan mewujudkan Visi Indonesia Emas menjelang seratus tahun kemerdekaan negara pada tahun 2045.