Jakarta (ANTARA) – Ekosistem pendidikan Indonesia menghadapi tantangan signifikan, termasuk dari segi kualitas, seperti yang disorot oleh laporan UNESCO tahun 2012 yang menempatkan kualitas pengajaran negara ini di peringkat ke-64 secara global.
Lusia Liaw, koordinator di Gerakan Masyarakat Peduli Anak Sekolah (Gemas), menyoroti salah satu faktor dari kualitas pendidikan yang kurang memuaskan adalah ketersediaan dan kualitas fasilitas dan infrastruktur yang tidak merata.
Liaw menarik perhatian pada ketimpangan yang mencolok dalam kualitas fasilitas sekolah antara wilayah barat dan timur Indonesia.
“Kondisi siswa (belajar di sekolah) tetap menjadi salah satu perhatian serius, termasuk kebutuhan akan sumber daya manusia dan infrastruktur,” katanya pada Jumat (3 Januari).
Pemerintah saat ini, yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, berencana untuk mengembangkan program dan mengambil tindakan nyata untuk mengatasi masalah fasilitas dan infrastruktur pendidikan negara.
Selain itu, Presiden Prabowo telah menyatakan komitmennya untuk memprioritaskan sektor pendidikan untuk menumbuhkan bakat-bakat unggul yang diperlukan untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
Menjelang 100 hari pertama kabinet “Merah Putih” Prabowo, pemerintahnya, terutama melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Riset dan Teknologi Tinggi, telah memulai beberapa program yang diharapkan dapat meningkatkan dan memberdayakan sektor pendidikan negara.
Beberapa program unggulan tersebut adalah renovasi sekolah massal di seluruh negeri, rencana untuk mendirikan sekolah menengah unggulan untuk menampung bakat-bakat terbaik negara, keterampilan digital untuk anak-anak sejak usia dini, dan peningkatan kesejahteraan dan kompetensi guru.
Sementara itu, pemerintah terus melanjutkan program beasiswa Badan Layanan Umum Pendidikan (LPDP), Kurikulum Merdeka, dan upaya digitalisasi pendidikan, serta memperluas pendidikan profesional guru dan memperkuat pendidikan vokasional.
Renovasi sekolah
Pemerintah menargetkan untuk merenovasi puluhan ribu sekolah di negara ini, karena menurut data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, 22 ribu sekolah di Indonesia perlu direnovasi.
Pemerintah berencana untuk merenovasinya dengan alokasi anggaran sebesar Rp20 triliun (sekitar US$1,2 miliar).
Asosiasi Guru Indonesia (PGRI) telah menyarankan agar program renovasi sekolah mempertimbangkan lokasi yang sesuai untuk menghindari memaksa siswa menempuh perjalanan panjang ke sekolah.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menyatakan sebelumnya pada Kamis (19 Desember) bahwa kementeriannya menunggu instruksi presiden mengenai program renovasi sekolah.
Mu’ti menjelaskan bahwa pihaknya masih menunggu instruksi kepala negara sebelum melanjutkan rencana untuk berkolaborasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dalam program tersebut.
Menurutnya, selain memfasilitasi percepatan renovasi sekolah dan mendorong perekonomian lokal, instruksi presiden juga akan memungkinkan kementeriannya untuk mengawasi implementasi program renovasi sekolah yang ditargetkan dengan efektif.
Kementerian akan langsung mendistribusikan dana renovasi ke sekolah yang ditargetkan. Operator sekolah akan dapat mengelola dana untuk renovasi dan rehabilitasi sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya.
Sementara menunggu instruksi, Mu’ti menyatakan bahwa kementeriannya telah mengumpulkan data lengkap mengenai sekolah yang ditargetkan untuk direnovasi.
Inklusivitas
Menteri Mu’ti juga menyatakan bahwa kementeriannya berkomitmen untuk mendukung program layanan pendidikan di wilayah tertinggal, perbatasan, dan terluar (3T) dengan berkolaborasi dengan kementerian lain dan organisasi keagamaan, seperti Muhammadiyah.
Ia berpendapat bahwa membangun sekolah baru semata-mata di wilayah 3T akan kurang efektif karena biaya tinggi yang terlibat dan kemungkinan terjadinya proses belajar mengajar yang suboptimal.
Mengenai area 3T, menteri menyoroti bahwa pembelajaran dapat berlangsung di mana saja, termasuk lokasi di mana anak-anak lokal biasanya berkumpul, bukan hanya terbatas pada pengaturan sekolah tradisional. Misalnya, pembelajaran dapat terjadi di tempat ibadah dan ruang publik lain di mana komunitas di wilayah 3T biasanya melakukan aktivitas mereka.
Selain inisiatif untuk menciptakan sekolah menengah unggulan “Garuda” yang bertujuan untuk menumbuhkan bakat-bakat nasional, pemerintah juga berencana untuk mendirikan “Sekolah Rakyat,” yang merupakan sekolah gratis untuk anak-anak dari keluarga miskin dan sangat miskin, dengan implementasi yang dikelola oleh Kementerian Sosial.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar mengungkapkan rencana tersebut setelah menghadiri rapat terbatas dengan presiden di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (3 Januari).
Iskandar menjelaskan bahwa dalam implementasi nanti, orang tua masih akan terlibat, sementara program akan membawa konsep sekolah asrama.
“Presiden ingin membangun sekolah khusus untuk anak-anak yang berasal dari latar belakang kurang mampu, dan mereka masih akan berada di bawah asuhan orang tua mereka,” jelas Iskandar.
Menteri mengatakan bahwa sekolah gratis untuk anak-anak dari keluarga miskin masih diuji coba di tiga lokasi di wilayah Jakarta Raya.
Iskandar mengatakan sekolah ini akan memberikan prioritas kepada siswa dari keluarga kurang mampu dan rumah tangga yang diklasifikasikan sebagai sangat miskin.
Menteri mengungkapkan bahwa karena sekolah akan dikembangkan seperti asrama, pemenuhan gizi siswa terjamin.
Satu dari delapan misi utama Presiden Prabowo, yang dikenal sebagai “Asta Cita,” menekankan pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan, teknologi, dan pendidikan. Oleh karena itu, implementasi program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan negara—baik melalui peningkatan infrastruktur maupun pengembangan sumber daya manusia—akan berkontribusi pada pencapaian tujuan Asta Cita dan visi Indonesia Emas 2045.
Berita terkait: Indonesia menargetkan sinergi komprehensif untuk kesetaraan dalam pendidikan berkualitas
Berita terkait: Pemerintah merinci upaya untuk meningkatkan kualitas guru
Berita terkait: BRIN menyoroti pentingnya peningkatan kualitas guru
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025