Jakarta (ANTARA) – Menteri Pertanian Indonesia Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa dia telah berkoordinasi langsung dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf untuk memastikan respons yang cepat dan terkoordinasi sebelum menyegel 250 ton beras impor ilegal di Sabang.
“Tidak ada toleransi untuk impor ilegal. Kalau tidak ada izin, ya sudah,” ujarnya di Jakarta, Selasa.
Penyitaan dilakukan setelah otoritas memverifikasi dan berkoordinasi dengan pejabat setempat bahwa pengiriman tersebut tidak memiliki persetujuan pemerintah. Penyitaan menyusul laporan tentang beras yang masuk ke Sabang tanpa izin pemerintah, tambahnya.
Amran menekankan operasi ini mencerminkan kebijakan di bawah Presiden Prabowo Subianto, bahwa Indonesia tidak perlu impor beras karena stok domestik yang kuat secara historis.
Setelah mengonfirmasi laporan tersebut, Amran berkoordinasi dengan berbagai instansi, termasuk Kapolda Aceh, Pangdam, menteri perdagangan, dan Polri, untuk memastikan penindakan yang seragam terhadap pengiriman ilegal ini.
Verifikasi mengonfirmasi beras tersebut tidak memiliki lisensi impor dari pemerintah pusat. Polisi kemudian langsung menyegel 250 ton beras itu, kata Amran.
“Negara harus bertindak tegas. Ini menyangkut martabat bangsa, kepatuhan terhadap arahan Presiden, dan perlindungan bagi 160 juta petani,” tambahnya.
Produksi beras Indonesia mencapai 34,7 juta ton, yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir, menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Stok pemerintah di Bulog mencapai 3,8 juta ton, yang terbesar yang pernah dimiliki lembaga tersebut.
Aceh juga memiliki surplus, dengan ketersediaan 1,35 juta ton berbanding kebutuhan 667.700 ton, sehingga surplusnya 871.400 ton. Sabang sendiri memiliki 970 ton lebih banyak dari kebutuhan lokal.
Mengingat kelimpahan ini, Amran menekankan bahwa impor tidak diperlukan. “Stok nasional, Aceh, dan Sabang aman. Setiap impor ilegal bukan soal permintaan. Itu pelanggaran, dan negara akan bertindak tegas,” ujarnya.
Penyelidik menemukan anomali, termasuk rapat koordinasi di Jakarta pada 14 November yang menunjukkan permintaan impor telah ditolak. Thailand ternyata sudah mengeluarkan izin ekspor, yang mengindikasikan kesalahan yang disengaja.
Otoritas akan melacak rute pengiriman, mengidentifikasi perusahaan yang terlibat, dan menyelidiki kemungkinan jaringan di daerah lain, termasuk Batam.
“Kasus ini adalah peringatan keras. Tidak ada kompromi untuk ketahanan pangan nasional,” pungkas Amran.