Menteri Pastikan Dana JETP Senilai US$3,1 Miliar Tersedia untuk Proyek

Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa sekitar US$3,1 miliar dari komitmen awal US$20 miliar untuk Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP) kini tersedia untuk mendukung percepatan berbagai proyek energi bersih di Indonesia.

Selain itu, sekitar US$5,5 miliar saat ini sedang dalam negosiasi untuk proyek-proyek yang sudah dalam tahap persiapan.

"Dari US$20 miliar itu, US$3,1 miliar telah dimobilisasi di bawah skema JETP, dan US$5,5 miliar lagi sedang dirundingkan untuk proyek-proyek konkret," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers pada Jumat.

Dia menginformasikan bahwa beberapa proyek prioritas telah masuk dalam daftar JETP, termasuk yang sudah siap sepenuhnya maupun yang masih menunggu persetujuan pendanaan.

Hartarto kemudian merinci sejumlah proyek yang akan segera berjalan dengan pendanaan JETP, di antaranya Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung Saguling, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Muara Laboh, Pabrik Pengolah Sampah menjadi Energi Legok Nangka, jaringan transmisi di koridor Sulawesi, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu di Sumatera Selatan, dan program de-dieselisasi.

Komitmen pendanaan JETP untuk Indonesia telah meningkat dari US$20 miliar menjadi US$21,4 miliar, yang terdiri dari US$11 miliar dari International Partners Group (IPG) dan US$10 miliar dari Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), lanjutnya.

Sebagai bagian dari upaya mempercepat pengembangan energi bersih, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Transisi Energi dan Ekonomi Hijau (Satgas TEH) untuk mempercepat implementasi JETP, termasuk JETP 2.0, guna memanfaatkan pendanaan yang tersedia guna memenuhi target Perencanaan Pembangunan Nasional (NDC) Indonesia.

JETP merupakan komitmen pendanaan untuk mendukung transisi energi Indonesia, yang disepakati pada KTT G20 di Bali pada November 2022, sebagai bentuk kolaborasi antara Indonesia dengan negara-negara maju dalam International Partners Group (IPG).

MEMBACA  NIQ dan World Data Lab mengungkapkan Laporan "Pengeluaran Z"

Pasca keluarnya Amerika Serikat, kepemimpinan IPG kini dipegang oleh Jerman dan Jepang, dengan anggota terdiri dari Denmark, Inggris, Italia, Kanada, Norwegia, Prancis, dan Uni Eropa.

Hartarto menekankan bahwa keluarnya Amerika Serikat tidak akan secara signifikan mempengaruhi kemajuan kemitraan ini, karena pendanaan JETP dirancang untuk saling menguntungkan dan tidak tergantung pada satu negara.

Berita terkait: Keputusan AS tidak pengaruhi pendanaan JETP: Menteri

Berita terkait: Jerman ambil alih peran AS di JETP: Djojohadikusumo

Berita terkait: Indonesia evaluasi dampak keluarnya AS dari Perjanjian Paris

Penerjemah: Resinta Sulistiyandari
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025

Tinggalkan komentar