Menteri Israel Meminta Penduduk Gaza Meninggalkan Wilayah Palestina

Jumat, 19 Januari 2024 – 18:15 WIB

Tel Aviv – Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir, pada Kamis, 18 Januari 2024, kembali mengajukan permohonan untuk mengusir warga Palestina dari Jalur Gaza, di tengah serangan mematikan yang dilakukan oleh Israel di daerah tersebut.

Baca Juga:

Harlah Muslimat NU di GBK Bakal Dihadiri Jokowi, Capres-Cawapres Tak Diundang

“Setelah perang, kita harus tetap berada di Jalur Gaza, mengendalikannya, dan mendorong migrasi sukarela ratusan ribu warga Gaza,” kata Ben-Gvir kepada lembaga penyiaran publik Israel, KAN.

VIVA Militer: Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir

Baca Juga:

Makna Dibalik Normalisasi Hubungan Arab Saudi dengan Israel

Menteri sayap kanan tersebut juga menegaskan kembali penolakannya terhadap penarikan pasukan tentara Israel dari Jalur Gaza utara. Dia menyebut tentara Israel tetap menyerang Palestina.

“Roket ditembakkan dari daerah tempat tentara mundur,” ujarnya, dikutip dari Anadolu Ajansi, Jumat, 19 Januari 2024.

Baca Juga:

Tentara Batalyon Cadangan Israel Menolak Berperang di Jalur Gaza

Beberapa pejabat garis keras di pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, termasuk Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, mengajukan permohonan untuk mendorong migrasi sukarela warga Palestina dari Jalur Gaza.

Palestina Israel Adu Roket dan Rudal,

Seruan Israel kemudian mendapat penolakan dari beberapa negara Barat, termasuk AS, Prancis, Inggris, Jerman, Spanyol, Belanda, Slovenia, dan Uni Eropa.

Menurut PBB, sekitar 85 persen warga Gaza telah mengungsi akibat serangan gencar Israel, sementara semuanya mengalami kelaparan.

Ratusan ribu orang hidup tanpa tempat berlindung, dan jumlah truk bantuan yang memasuki wilayah tersebut berkurang lebih dari setengah sejak dimulainya konflik.

Halaman Selanjutnya

MEMBACA  Mantan Perdana Menteri Pakistan yang Ditahan, Imran Khan, Mengajukan Banding atas Vonis dan Hukuman dalam 3 Kasus Hukum

Seruan Israel kemudian mendapat penolakan dari beberapa negara Barat, termasuk AS, Prancis, Inggris, Jerman, Spanyol, Belanda, Slovenia, dan Uni Eropa.