Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk membatasi impor plastik virgin—bahan plastik baru yang terbuat dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan gas alam.
Komitmen ini disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq saat konferensi pers dalam rangka Hari Keanekaragaman Hayati 2025 di Jakarta pada hari Kamis.
Beliau mengatakan bahwa kementeriannya sedang mendorong penghapusan insentif pajak yang terkait dengan industri petrokimia.
“Kami juga meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk meninjau dan mencabut insentif-insentif tersebut, karena hal ini akan membantu mengurangi penggunaan plastik,” kata Nurofiq.
Beliau mengungkapkan keyakinannya bahwa upaya konsisten dan kolektif untuk mengurangi produksi plastik dapat mendorong produsen untuk mengadopsi inovasi yang lebih ramah lingkungan.
Pada awal tahun ini, Kementerian Lingkungan Hidup mengumumkan rencana untuk melarang impor limbah plastik yang digunakan sebagai bahan baku di industri daur ulang mulai Januari 2025.
Nurofiq juga menekankan perlunya memperluas cakupan Tanggung Jawab Produsen yang Diperpanjang (EPR) dengan menuntut produsen untuk bertanggung jawab penuh atas limbah plastik yang dihasilkan oleh produk-produk mereka.
Menurut data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), limbah plastik menyumbang 19,71 persen dari total 33,98 juta ton sampah nasional Indonesia pada tahun 2024, berdasarkan laporan dari 315 kabupaten dan kota.
Limbah plastik menempati peringkat kedua setelah limbah makanan, yang menyumbang 39,28 persen dari total sampah.
Berita terkait: Menteri Lingkungan mendukung larangan regional terhadap plastik sekali pakai
Berita terkait: Indonesia akan membuat produsen bertanggung jawab atas limbah plastik
Translator: Prisca Triferna, Resinta Sulistiyandari
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2025