Suara gemuruh ombak yang memecah di batu karang terdengar jelas di Pantai Kabola, Kecamatan Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sinar matahari begitu menyengat meskipun jam baru menunjukkan pukul 9:30 pagi WITA, dengan suhu udara di aplikasi ponsel menunjukkan 31 derajat Celsius.
Sementara itu, di salah satu sudut pantai, beberapa nelayan sedang santai mengobrol di beberapa rumah lopo yang biasanya digunakan oleh wisatawan yang mengunjungi pantai tersebut. Lopo adalah rumah tradisional suku Abui di Kabupaten Alor, NTT, yang memiliki beberapa fungsi.
Panorama air biru yang jernih, dengan angin laut yang bertiup, adalah pemandangan sehari-hari bagi nelayan dan petani rumput laut di Kecamatan Kabola.
“Kami menunggu turis yang ingin melihat Mawar,” kata Anton, seorang nelayan berusia 32 tahun yang menawarkan jasa untuk mendampingi turis yang ingin melihat Mawar, seekor duyung yang tinggal di perairan Alor.
Kehadiran Mawar adalah berkah bagi penduduk setempat yang pendapatannya sebelumnya bergantung pada penangkapan ikan, karena mereka sekarang dapat memperoleh penghasilan tambahan dari mendampingi turis untuk melihat mamalia tersebut.
Nelayan yang mendampingi turis melihat Mawar dapat menghasilkan tambahan pendapatan sebesar Rp2 juta hingga Rp3 juta per bulan. Selama musim tinggi, pendapatan mereka juga bisa mencapai Rp4 juta.
Namun, mereka harus menanggung biaya, seperti untuk konservasi area lokal dan pemeliharaan area pariwisata.
Kehadiran duyung melambangkan persahabatan antara manusia dan alam di Pulau Alor. Para nelayan merawat Mawar dengan baik.
Selain itu, 16 nelayan di area tersebut telah membentuk Kelompok Pengawasan Masyarakat (Pokmaswas) bernama Sinar Kabola untuk menjaga dan merawat habitat laut di area tempat duyung sering terlihat.
Kelompok ini aktif dalam mendukung kantor cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk Wilayah Alor melakukan pengawasan berbasis masyarakat.
Ketua Sinar Kabola Pokmaswas, Sardin Lotang, menyatakan bahwa tugas kelompok tersebut adalah untuk mempertahankan area tempat duyung biasanya bermain.
Area tersebut, yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor, merupakan bagian dari kawasan konservasi yang dikenal sebagai Taman Laut Kepulauan Alor, NTT.
Selain menjaga dan melestarikan area agar menjadi tempat yang aman bagi ikan dan duyung, kelompok ini juga bertugas menjaga garis pantai agar tetap bersih.
Di bawah pengawasan Kantor Pariwisata Kabupaten Alor, para nelayan telah menyetujui harga bagi turis yang ingin melihat duyung secara langsung.
Bagi turis domestik, biaya masuk ke area pantai dan melihat duyung adalah Rp150 ribu untuk satu perahu yang dapat menampung empat hingga lima orang.
Sementara itu, turis asing harus membayar Rp200 ribu untuk menyewa perahu dan mendapatkan waktu 30 menit untuk melihat duyung.
Menonton duyung merupakan daya tarik populer di kalangan turis.
Ketika mereka melihat manusia, Duyung biasanya bersembunyi lebih dalam di air. Namun, Mawar, duyung jantan, muncul di permukaan dan ramah dengan manusia.
Ketika orang memanggil namanya, Mawar muncul di permukaan dan mengikuti perahu turis.
Menurut data dari Sinar Kabola Pokmaswas, dua duyung saat ini terlihat di perairan Kabola, tepatnya di Pulau Sikka, yang sering menjadi tempat bagi spesies tersebut bermain dan makan.
Dari kedua duyung tersebut, hanya satu, yaitu Mawar, sering muncul ke permukaan.
Perairan Alor dikenal sebagai lokasi berkembang biak duyung, karena hampir semua wilayah pantai Pulau Alor memiliki padang lamun, tempat duyung mencari makan.
Lamun juga ditemukan di pantai Mali dan Dere, sehingga kedua duyung menggunakan mereka sebagai tempat bermain.
“Sebenarnya, ada banyak duyung di Alor tapi hanya Mawar yang berani (untuk naik ke permukaan),” kata Kepala kantor cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor, Muhammad Saleh Goro.
Untuk itu, kantor melarang turis menyentuh Mawar, apalagi berenang dengannya.
Kehadiran duyung adalah daya tarik bagi pariwisata daerah tersebut. Untuk itu, hampir setiap tahun, pemerintah setempat mengadakan festival panggil-duyung untuk mempromosikan potensi pariwisata pulau tersebut.
Kepala Dinas Pariwisata Alor, Muhammad Baesaku, menyatakan bahwa duyung bukan satu-satunya daya tarik pariwisata daerah tersebut. Alor memiliki potensi pariwisata yang luas dalam bentuk aspek budaya, laut, dan keagamaan. Selain itu, Taman Laut Alor terkenal untuk snorkeling dan menyelam.
Memang, duyung penting untuk daya tarik pariwisata daerah tersebut. Untuk itu, melindungi duyung di area tersebut diperlukan untuk mencegah mereka menghilang dari perairan Alor.