loading…
Oleh :
Regina Fadjri Andira
Senior Legal Advocacy BAZNAS RI
Pengujian materi UU 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat di Mahkamah Konstitusi membuka diskusi lagi tentang konsep dasar zakat dari segi syariah, negara, sistem keuangan, dan tata kelola. Zakat sebagai lembaga agama Islam juga punya dimensi sosial-ekonomi yang melahirkan banyak ide dan inovasi untuk pengembangannya.
Namun, zakat harus tetap dalam koridornya sebagai ibadah umat Muslim. Di tengah inovasi dan modernisasi sistem keuangan, zakat menghadapi tantangan besar: bagaimana menjaga ruh syariah tanpa terjebak birokrasi berlebihan atau sekulerisasi?
Tulisan ini membahas posisi strategis zakat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, peran negara dalam pengelolaannya, serta masalah seperti literasi rendah dan potensi penyalahgunaan dana.
Zakat Bukan Hanya Muamalah: Memahami Statusnya dalam Sistem Keuangan
Sejak dulu, zakat beda dari instrumen keuangan komersial. Abu Ubaid Al Qasim bin Salam dalam Kitab _al-Amwal_ menyebut zakat sebagai _special institution of public finance._ Zakat juga bukan filantropi biasa karena filantropi bersifat sukarela, sedangkan zakat wajib.
Dari posisi khusus ini, Prof. Irfan Syauqi Beik mengembangkan konsep Good Amil Governance, sistem tata kelola zakat yang transparan, akuntabel, profesional, tapi tetap berpegang pada prinsip syariah.