Menilik Lebih Dekat Hasil Diplomasi Hijau Indonesia di COP30

Belém, Brazil (ANTARA) – Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-30 (COP30), yang diadakan di Belém, Brasil, berakhir pada 21 November 2025. Indonesia memperoleh wawasan yang sangat berharga dan mengamankan pencapaian diplomasi yang kritis untuk agenda hijau negara.

Dalam seri pertemuan tingkat tinggi, yang ditandai dengan negosiasi internasional yang alot dan insiden teknis, Indonesia berhasil melibatkan mitra dalam inisiatif diplomatik yang produktif, baik melalui Paviliun Indonesia maupun pembicaraan konvensional.

Sepanjang konferensi dua minggu itu, Paviliun Indonesia tetap teguh sebagai simbol kepemimpinan dan tekad negara untuk memajukan pasar karbon yang berintegritas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Di luar memamerkan inisiatif berorientasi lingkungan Indonesia yang sedang berjalan, paviliun ini dirancang sebagai alat diplomatik yang canggih dan inovatif, untuk menunjukkan kesiapan bangsa memulai perjalanan menuju ekonomi rendah emisi.

“Paviliun ini berfungsi sebagai platform untuk bertukar pengetahuan dan gagasan, mewujudkan tujuan bersama yang ditetapkan oleh komunitas global dalam Perjanjian Paris 2015 dan ditegaskan kembali dalam kesepakatan berikutnya,” kata Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto untuk Energi dan Perubahan Iklim, Hashim Djojohadikusumo, saat peresmian paviliun pada 10 November.

Inovasi Hijau

Paviliun Indonesia terbukti menjadi magnet yang efektif, menarik lebih dari lima ribu pengunjung dengan tampilan menarik dari inisiatif hijau pemerintah terkait berbagai bidang, termasuk sektor kehutanan, transisi energi, pengembangan industri ramah lingkungan, dan inovasi pengelolaan sampah.

Selama kurang lebih dua minggu, pameran Indonesia menampilkan lebih dari 50 sesi diskusi kebijakan yang melibatkan 60 ahli dan memfasilitasi negara dalam menjalin kemitraan strategis dengan lebih dari 100 pemangku kepentingan.

Salah satu sesi paling menonjol yang disajikan paviliun adalah forum bertema “Carbon Connection for Climate Action,” yang dirancang sebagai wadah strategis untuk menghubungkan proyek karbon domestik dengan mitra asing potensial yang mencari kredit karbon berkualitas tinggi.

MEMBACA  Para Musisi Juara Voli 2, Kalahkan D’Komika dalam Pertarungan Seru 3-1

Forum tersebut menghasilkan nota kesepahaman untuk perdagangan total 2.754.680 ton emisi karbon, yang berasal dari 44 proyek yang diajukan oleh 28 pelaku di sektor energi, kehutanan dan penggunaan lahan (FOLU), serta pengelolaan sampah.

Lebih dari sekadar angka, pencapaian ini mencerminkan kepercayaan komunitas internasional pada integritas pasar karbon Indonesia, menunjukkan bahwa negara telah bergerak melampaui retorika dalam komitmennya untuk menyeimbangkan aksi iklim dengan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, Indonesia memaksimalkan paviliun untuk meningkatkan daya tarik budayanya dan memenangkan goodwill delegasi internasional melalui pertunjukan tari, musik, pakaian tradisional, dan kuliner.

Kemajuan Bilateral

Di luar keriuhan di Paviliun Indonesia, sekitar 130 negosiator Indonesia berusaha keras merumuskan rencana aksi iklim global yang adil, sembari melindungi kepentingan nasional.

Selain mengikuti acara inti COP30, delegasi Indonesia aktif melibatkan pemerintah asing dan badan internasional, bertujuan membuka jalan bagi kemajuan bermakna dan mengimbangi perjalanan lambat dan mengecewakan menuju konsensus di tingkat multilateral.

“Rencana kami adalah mengadakan sebanyak mungkin pembicaraan bilateral karena kita tidak bisa berdiam diri menunggu konsensus global tercapai. Oleh karena itu kami bertujuan untuk membina kerja sama tidak hanya dengan negara tetapi juga dengan badan internasional,” ujar Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisil Nurofiq di sela konferensi.

Pendekatan ini menghasilkan keterlibatan diplomatik yang produktif dengan Swedia, Republik Kongo, Norwegia, Kanada, Republik Demokratik Kongo (DRC), Jepang, Brasil, Inggris, Finlandia, Tiongkok, Jerman, Austria, dan Selandia Baru, serta dengan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dan Gold Standard.

Keuntungan Indonesia dari keterlibatan ini melampaui sekadar pembicaraan atau rencana, karena negara meluncurkan operasionalisasi Pusat Lahan Gambut Tropis Internasional bersama Republik Kongo dan DRC.

MEMBACA  Pos Indonesia Kembali Melayani Pengiriman Logistik Jemaah Haji 2025

Selama COP30, Indonesia mencatat lebih dari US$400 juta dalam perdagangan karbon, termasuk kesepakatan untuk 12,5 juta ton karbon yang dibeli oleh Global Green Growth Institute yang didukung Norwegia dari proyek energi terbarukan perusahaan listrik negara, PLN.

Selain itu, negara meluncurkan Peta Jalan dan Pedoman Aksi Ekosistem Karbon Biru, memperkuat integrasi ekosistem pesisir dan laut ke dalam dokumen Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional Kedua Indonesia, dengan tujuan memposisikan hutan bakau, padang lamun, dan rawa garam pasang surut sebagai komponen strategis dari upaya pengurangan emisi dan pembangunan ketahanan iklim.

Iklim dan Kepentingan Nasional

Seperti dinyatakan sebelumnya, Indonesia berpartisipasi dalam serangkaian aktivitas di COP30 untuk berkontribusi pada agenda iklim global tanpa mengorbankan kepentingan dan posisi nasionalnya. Hal ini terlihat jelas ketika negara secara terbuka menyuarakan penentangan terhadap ketentuan tertentu dalam Rencana Aksi Gender Belém yang diadopsi selama konferensi.

Ary Sudijanto, Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon di Kementerian Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa kerangka kebijakan nasional Indonesia tidak mengakui istilah “data yang dipisahkan menurut jenis kelamin dan usia” seperti yang diuraikan dalam rencana aksi. Ia berargumen bahwa implementasi istilah tersebut tidak boleh melemahkan kebijakan nasional negara-negara penandatangan.

Namun demikian, Indonesia tetap berkomitmen untuk mendukung pelaksanaan rencana aksi global, memastikan implementasinya selaras dengan peraturan yang berlaku dan prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda (CBDR) untuk mempromosikan pembagian beban yang adil dan proporsional.

Indonesia juga menyuarakan keprihatinan atas penghapusan angka-angka pendanaan adaptasi dalam teks keputusan akhir tentang adaptasi, yang merupakan bagian dari Paket Belém yang lebih luas yang diadopsi di COP30.

Tak kalah pentingnya adalah seruan Indonesia untuk pendanaan konkret, dukungan teknologi, dan bantuan peningkatan kapasitas untuk membantu negara-negara berkontribusi secara efektif dalam mencapai Tujuan Global tentang Adaptasi.

MEMBACA  IIRC 2024, Bulog mengungkap strategi mengatasi tantangan produksi beras.

Kendala Tak Terduga

COP30, di luar prosedur diplomatiknya, juga ditandai oleh dua gangguan non-teknis besar, termasuk bentrokan panas pada 11 November antara petugas keamanan dan pengunjuk rasa yang berusaha masuk ke lokasi.

Insiden itu menyebabkan beberapa pengunjuk rasa mengalami luka-luka ringan dan mendorong penyelenggara untuk memperkuat protokol keamanan dengan menambah penjaga dan memperluas perimeter yang disterilkan.

Saat konferensi hampir berakhir, kebakaran terjadi pada 20 November. Petugas pemadam kebakaran berhasil memadamkan api—yang diduga dimulai di paviliun suatu negara di Zona Biru—dalam waktu enam menit, tetapi insiden itu menyebabkan 27 orang memerlukan perawatan medis dan mengganggu diskusi yang sedang berlangsung. Untungnya, tidak ada yang mengalami luka bakar.

Kedua insiden ini tidak menghentikan delegasi Indonesia dari menjalankan tugas diplomatiknya. Dapat dikatakan bahwa sementara Indonesia berhasil membuka jalan bagi inisiatif hijau yang menjanjikan, delegasi juga pulang dengan beberapa masalah yang harus ditangani.

Terlepas dari tantangan, Indonesia berhasil memanfaatkan konferensi global untuk meletakkan fondasi yang kuat bagi agenda aksi iklim nasional yang lebih ambisius, namun realistis.

Berita terkait: COP30 ends as negotiations continue toward a final deal

Berita terkait: Fire at COP30 Brazil: 21 treated after smoke fills blue zone in Belém

Berita terkait: Indonesia outlines 12.7 million ha forest recovery target at COP30

Penerjemah: Anita P, Tegar Nurfitra
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025

Tinggalkan komentar