Jakarta (ANTARA) – Ketidakpastian geopolitik di seluruh dunia menimbulkan ancaman terhadap kemajuan industri global.
Beberapa negara di Eropa saat ini sedang berjuang untuk mempertahankan stabilitas industri guna menghindari dampak deindustrialisasi yang disebabkan oleh krisis energi akibat konflik di Timur Tengah dan perang antara Rusia dan Ukraina.
Secara sederhana, deindustrialisasi adalah kondisi penurunan kontribusi sektor industri terhadap ekonomi nasional. Ketika hal ini terjadi di suatu negara, pemerintah negara tersebut menjadi bergantung pada sektor tersier, seperti layanan, untuk memenuhi kebutuhan negara tersebut.
Institut Riset Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyatakan bahwa Indonesia masih jauh dari deindustrialisasi karena, berdasarkan catatan pemerintah, sektor industri pengolahan non-migas (manufaktur) masih menjadi tulang punggung pendapatan ekonomi nasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa ekonomi Indonesia pada tahun 2023 tumbuh menjadi Rp20.892,4 triliun (1 US$ = sekitar Rp16.276), dengan PDB per kapita sebesar US$4.919,7. Pada tahun tersebut, sektor manufaktur menyumbang 19 persen terhadap PDB secara keseluruhan.
Selama periode 2014-2022, PDB industri manufaktur Indonesia mencatat pertumbuhan rata-rata 3,44 persen per tahun. Angka tersebut jauh di atas pertumbuhan rata-rata industri dunia yang hanya sebesar 2,35 persen.
Bahkan, nilai tambah manufaktur Indonesia berada pada level yang luas di atas beberapa negara, seperti Kanada, Turki, Irlandia, Brasil, Spanyol, Swiss, Thailand, dan Polandia, dengan kontribusi hingga US$228 miliar.
“Ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu kekuatan manufaktur dunia,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Kontribusi besar industri nasional terhadap PDB tidak terlepas dari peran pemerintah dan pelaku bisnis yang telah berupaya untuk menjaga stabilitas iklim industri.
Berdasarkan Indeks Keyakinan Industri (IKI) pada April 2024, pelaku industri menunjukkan optimisme terkait iklim bisnis mereka, dengan 72,3 persen dari mereka yakin bahwa dalam enam bulan ke depan, iklim bisnis akan terus meningkat.
Tingkat optimisme yang tinggi disebabkan oleh kepercayaan pelaku bisnis terhadap kebijakan pemerintah pusat dan potensi perbaikan ekonomi baik secara nasional maupun global.
Namun, tidaklah tidak mungkin bagi industri Indonesia mengalami penurunan kontribusi. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian situasi geopolitik yang terus berfluktuasi hingga saat ini.
Untuk itu, Kementerian Perindustrian, yang bertugas menjaga iklim industri nasional, telah menyiapkan strategi untuk menjauhkan deindustrialisasi dari Indonesia.
Strategi-strategi tersebut meliputi implementasi program pembaruan teknologi mesin industri serta penguatan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan vokasi.
Pembaruan teknologi
Pembaruan teknologi atau restrukturisasi mesin merupakan salah satu program utama Kementerian Perindustrian untuk menjaga stabilitas industri dalam negeri.
Program ini memberikan kesempatan bagi pelaku industri untuk meningkatkan produktivitas melalui penggantian peralatan usang dengan peralatan terbaru. Mekanisme pemberian insentifnya adalah penggantian biaya, sehingga diharapkan pelaku industri akan mengoptimalkan bisnis mereka.
Pelaku industri dapat mengajukan diri menjadi penerima manfaat program melalui beberapa tahap, yaitu registrasi online melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), pemeriksaan administratif, verifikasi administratif, pelaporan alat yang perlu diganti atau direstrukturisasi, penetapan oleh Kementerian Perindustrian, dan akhirnya, pencairan dana.
Salah satu subsektor manufaktur yang diberikan insentif pembaruan peralatan adalah industri pemrosesan kain dan pencetakan kain.
Kementerian Perindustrian mengalokasikan Rp50 miliar (sekitar US$3,07 juta) pada tahun 2024 untuk pelaksanaan program ini, dengan target 59 perusahaan.
Salah satu penerima manfaat program tersebut adalah perusahaan tekstil berbasis di Jawa Barat, PT Mahugi Jaya Sejahtera, yang telah berhasil meningkatkan kualitas kain mereka karena teknologi yang mereka gunakan telah diganti dengan yang terbaru.
Akibatnya, pada Mei 2024, perusahaan tersebut berhasil mengekspor 300 ribu meter kain, dengan nilai transaksi sebesar US$350 ribu, ke Dubai.
Program ini diharapkan dapat mendorong pelaku industri lainnya untuk meningkatkan produktivitas mereka sehingga kontribusi industri manufaktur terhadap devisa negara dapat meningkat dan peluang pasar di pasar non-tradisional, seperti Asia Tengah dan Eropa, dapat terbuka.
Pada tahun 2024, Kementerian Perindustrian juga mengalokasikan dana senilai Rp7,5 miliar (sekitar US$460.778) untuk pembaruan peralatan di industri pengolahan kayu dan furnitur, dengan target 10 perusahaan.
Berdasarkan laporan dari perusahaan yang menjadi penerima manfaat pada tahun sebelumnya, insentif ini telah berdampak pada peningkatan efisiensi perusahaan sebesar 10-30 persen, kualitas produk sebesar 10-30 persen, dan produktivitas perusahaan sebesar 20-30 persen.
Penguatan sumber daya manusia
Sumber daya manusia berkualitas adalah salah satu faktor penting untuk menghindari deindustrialisasi.
Untuk memaksimalkan strategi ini, Kementerian Perindustrian, melalui lembaga pendidikan vokasi, memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk belajar.
Secara total, saat ini terdapat 22 unit pendidikan yang terdiri dari sembilan sekolah menengah kejuruan, dua Akademi Komunitas Industri (Akom), dan 11 Politeknik Industri yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan total 17.536 siswa.
Pada tahun 2024, melalui Skema Penerimaan Vokasi Industri (Jarvis), Kementerian Perindustrian telah menyediakan kuota 4.796 siswa baru pada tingkat politeknik dan akademi komunitas serta 2.730 siswa baru pada tingkat sekolah vokasi.
Selain diberikan pengetahuan tentang manajemen industri nasional dan pengolahan, para siswa juga diberikan jaminan pekerjaan setelah menyelesaikan pendidikan mereka.
Selain itu, kementerian, melalui Pusat Pelatihan Industri, juga melakukan pelatihan “3 in 1 Training” bagi orang-orang yang ingin meningkatkan dan memperbarui keterampilan industri mereka. Program ini memberikan pelatihan, sertifikasi kompetensi, dan penempatan kerja.
Pada tahun 2023, tercatat bahwa 33.094 orang mendapatkan pekerjaan dan sertifikasi melalui program tersebut, melampaui target 27.070 orang.
Pekerja yang menyelesaikan pelatihan tersebut, umumnya, ditempatkan untuk memperkuat sektor tekstil, sektor makanan dan minuman, pengolahan seafood, animasi, dan sektor teknologi informasi (TI).
Melalui pembaruan peralatan industri dan penguatan sumber daya manusia, pemerintah Indonesia berharap bahwa iklim industri nasional akan tetap stabil dan dioptimalkan untuk menghindari potensi penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap ekonomi.
Berita terkait: Tanda deindustrialisasi untuk industri manufaktur tumbuh: menteri
Copyright © ANTARA 2024