Jakarta (ANTARA) – Beberapa waktu lalu, video viral yang diduga menampilkan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan guru adalah beban negara, menarik perhatian publik Indonesia.
Video pidato Sri Mulyani di Konvensi Forum Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 7 Agustus 2025, langsung memicu reaksi keras masyarakat. Banyak yang menuduh bendahara negara itu tidak menghargai profesi guru.
Kemudian, dalam klarifikasi yang diunggah di akun Instagramnya, @smindrawati, dia menegaskan bahwa video viral itu adalah hoaks, deepfake, dan cuplikan yang diedit yang disebar oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Menurut Sri Mulyani, dia tidak pernah membuat pernyataan yang menyinggung guru di Indonesia. Dia juga mendorong masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial.
Namun, pidato aslinya sebenarnya tidak bersifat positif sepenuhnya.
Dia mencatat bahwa anggaran besar untuk sektor pendidikan tahun depan, yang mencapai Rp724,3 triliun, masih menghadapi tantangan, khususnya dalam hal manajemen, terkait dengan rendahnya gaji guru dan dosen.
"Banyak orang di media sosial — dan saya selalu katakan — tidak dihargai sebagai dosen atau guru karena gajinya tidak tinggi. Ini juga menjadi tantangan bagi keuangan negara," ujar Sri Mulyani, seperti dikutip dari video yang diunggah di kanal YouTube resmi ITB.
Lebih lanjut, dia mempertanyakan apakah kesejahteraan guru dan dosen dapat sepenuhnya ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), atau apakah diperlukan solusi lain yang melibatkan pihak eksternal.
"Apakah semuanya harus berasal dari dana negara, atau harus ada partisipasi masyarakat?" tanya mantan Managing Director Bank Dunia itu.
Namun, dia tidak menjelaskan lebih rinci partisipasi masyarakat seperti apa yang dia maksud atau mekanisme penerapannya.
Pasca pernyataan Sri Mulyani, pernyataan lebih baru dari Menteri Agama Nasaruddin Umar kembali menyinggung publik ketika dia dianggap meremehkan profesi guru.
"Kalau mau cari uang, jangan jadi guru, jadilah pedagang," adalah cuplikan dari pidato Umar yang mendapat sorotan luas masyarakat.
Ucapanannya pada pembukaan acara Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada 3 September 2025, sangat kontras dengan pernyataannya bahwa guru atau dosen adalah profesi paling mulia.
Jadi, jika profesi mereka mulia dan balasannya surgawi, tidakkah guru berhak atas kemakmuran ekonomi?
Pada hari yang sama, Umar mengeluarkan klarifikasi dan permintaan maaf publik. Dia menjelaskan bahwa pernyataannya tidak bermaksud merendahkan profesi guru, melainkan menekankan kemuliaan profesi keguruan yang dia sebut sebagai panggilan.
Sensitif
Kesejahteraan guru dan dosen di Indonesia selalu menjadi isu sensitif karena mereka dianggap tidak menerima upah yang layak sesuai peran pentingnya dalam mendidik generasi muda bangsa.
Dalam hal ini, pemerintah — terutama yang menduduki jabatan tinggi — harus lebih hati-hati dalam menilai situasi dan mengeluarkan pernyataan mengenai guru.
Pernyataan Menteri Umar dapat dengan mudah ditafsirkan sebagai pembenaran atas ketidakadilan struktural yang dialami guru di Indonesia, dengan upah rendah dan status kerja yang tidak pasti.
Pernyataan itu juga tampak bertolak belakang dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru melalui alokasi anggaran tambahan untuk sektor pendidikan.
Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan bahwa pemerintah akan mengalokasikan Rp757,8 triliun (sekitar US$46,8 miliar) untuk sektor pendidikan pada 2026, menjadi anggaran pendidikan terbesar dalam sejarah Republik Indonesia.
Dari jumlah tersebut, Rp178,7 triliun (sekitar US$11 miliar) dialokasikan khusus untuk gaji guru, peningkatan kompetensi, dan kesejahteraan bagi guru dan dosen.
Gaji guru di Indonesia sangat bergantung pada status kepegawaian dan institusi tempat mereka mengajar. Guru Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2024, menerima gaji pokok mulai dari Rp1,68 juta (US$101,60) untuk golongan terendah hingga Rp6,37 juta (US$385,26) per bulan.
Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2024. Gaji mereka berkisar dari Rp1,93 juta (US$116,53) hingga Rp7,32 juta (US$441,99) per bulan.
Guru PNS dan PPPK menerima tunjangan tambahan seperti tunjangan keluarga, tunjangan makan, tunjangan sertifikasi, dan tunjangan kinerja.
Sementara itu, ceritanya berbeda untuk guru honorer. Rata-rata gaji guru honorer Sekolah Dasar (SD) berkisar dari Rp500.000 (US$30,27) hingga Rp1,5 juta (US$90,80).
Gaji guru honorer sangat bergantung pada kebijakan sekolah dan pemerintah daerah tempat mereka mengajar.
Memperjuangkan
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) terus mengadvokasi revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) untuk mengalokasikan 20 persen dari anggaran pusat dan daerah (APBN/APBD) murni untuk sektor pendidikan.
Ketua PGRI Jawa Tengah, Muhdi, menekankan perlunya merevisi aturan tersebut karena dinilai sudah tidak relevan dengan kebutuhan pendidikan saat ini.
Dia menjelaskan bahwa pembahasan revisi UU Sisdiknas saat ini memasuki tahap penyusunan naskah akademik.
Menurutnya, salah satu fokus utama revisi UU Sisdiknas adalah pengelolaan anggaran pendidikan. Alokasi 20 persen dari APBN/APBD harus digunakan semata-mata untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan tidak dialihkan ke sektor lain.
"Anggaran ini harus digunakan untuk menyediakan sekolah yang layak, guru yang kompeten dan sejahtera, serta menunjang sarana prasarana pendidikan," ujarnya.
Selain anggaran, Muhdi, yang juga merupakan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Jawa Tengah, menekankan perlunya mempertahankan regulasi mengenai profesi guru dan tunjangan profesi.
"Kita tidak boleh membiarkan pengakuan guru sebagai profesi dikurangi. Guru harus memiliki status dan penghasilan yang layak,” tegasnya.
“Indonesia tidak akan maju jika pendidiknya tidak sejahtera," tutupnya.
Mengingat peran kritis guru sebagai pembangun bangsa melalui pendidikan, sudah sepantasnya semua elemen masyarakat, terutama pemerintah, lebih berempati kepada guru.
Memuji guru atas pekerjaan mulianya tidak akan cukup untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Kebijakan pemerintah dan dukungan masyarakat perlu terus diupayakan untuk memihak pada guru, pahlawan tanpa tanda jasa kita.
Berita terkait: Hari Pendidikan: Presiden berterima kasih kepada guru atas dedikasinya
Hak Cipta © ANTARA 2025