MATAHARI bersinar terik kala serombongan wartawan dari Jakarta tiba di sebuah kampung kecil bernama Kampung Benoa, Desa Sindangheula, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten. Kedatangan rombongan wartawan yang tergabung dalam Press Touring Dompet Dhuafa ini untuk melihat langsung Kandang Domba Benoa yang ada di kampung itu.
Kandang domba berukuran 6×8 meter persegi itu terbuat dari kayu dan beratap asbes. Di dalam kandang berbentuk rumah panggung yang bagian bawah panggungnya berlantai semen tersebut berisi puluhan ekor domba yang sengaja disiapkan oleh pihak Dompet Dhuafa, untuk hewan kurban pada Lebaran Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1445 H yang bertepatan 17 Juni 2024.
Seuai mengamati kandang domba, rombongan wartawan yang tadinya nampak kelelahan, tetiba mengerubungi seorang pria bertubuh ceking yang sedari tadi berdiri di depan kandang domba. Pria bernama Hardi (35) itu, ternyata juru rawat di Kandang Domba Benoa, Program Plasma Dompet Dhuafa Banten.
Kepada wartawan yang memberondong seabrek pertanyaan kepada dirinya, Hardi dengan sabar bercerita panjang lebar soal kenapa dirinya sampai terlibat dalam Program Plasma Dompet Dhuafa Banten, hingga ia bersedia menjadi juru rawat domba di kandang tersebut.
“Sebelum merawat domba, saya itu kerjanya serabutan. Bahkan tempat tinggal pun tidak ada. Lalu, paman saya mengenalkan saya dengan orang-orang Dompet Dhuafa, dan diajaklah saya untuk ngurus ternak domba di tempat ini,” tutur Hardi.
Karena memang butuh pekerjaan dan penghasilan yang layak untuk menghidupi keluarganya, tanpa pikir panjang ayah tiga anak ini pun langsung menerima tawaran itu. Lebih 50 ekor domba dari Dompet Dhuafa mesti diurus oleh Hardi.
Pucuk dicinta ulam tiba. Kebetulan paman Hardi punya kandang kambing, dan selama ini Hardi juga yang mengurusnya, kendati kambingnya tidak ada. “Di kandang tersebut hanya ada domba, itupun cuma empat ekor. Sementara kandangnya besar. Kata paman saya, daripada kandangnya tidak terpakai, akhirnya diisilah dengan domba-domba dari Dompet Dhuafa,” kata dia.
Alasan lain yang membuat Hardi menerima tawaran mengurus domba, karena dulunya, waktu kecil ia pernah menernakkan kambing milik orang tuanya. Bahkan sampai dewasa hingga berumah tangga, sesekali Hardi masih kerap diminta untuk mengurus ternak kambing atau domba milik orang, termasuk domba milik pamannya.
“Istilah orang sini (warga Benoa) Maparok (jasa merawat kambing). Kita dititipi sepasang kambing, jantan dan betina. Kalau nanti betinanya beranak dua ekor, satu ekor anaknya dikasih ke orang yang merawatnya tadi,” kata Hardi.
Berbekal pengalaman merawat kambing itu pula, pada akhirnya menguatkan Hardi menerima tawaran untuk bergabung dalam Program Plasma Dompet Dhuafa, yakni dengan menjadi juru rawat domba di Kandang Domba Benoa. Dari pekerjaannya ini, Hardi bisa mendapat penghasilan lebih kurang Rp3 juta setiap bulannya.
“Macam gajianlah. Dan saya juga dibuatkan tempat tinggal. Ya lumayanlah walau masih berupa gubuk kayu, alhamdulillah,” kata Hardi seraya berharap kelak suatu saat dirinya punya peternakan domba sendiri.
Asa Hardi untuk menjadi peternak domba bukan hal yang mustahil. Apalagi, sang paman, Dadi, yang merupakan mantan kades di desanya sangat men-support impian Hardi untuk menjadi peternak domba. Malah Dadi berandai-andai, kelak Hardi menjadi pioner dan turut mewujudkan sentra peternakan domba di Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
“Tempat (lahan) sudah ada, pakan untuk makan domba di kampung Benoa juga berlimpah. Dan Hardi, orang yang pengalaman ngurus domba juga pasti siaplah. Ya, Hardi-lah yang nantinya saya andalkan untuk pengembangan ternak domba di Kampung Benoa ini,” kata Dadi.
Dadi melanjutkan, kebutuhan lainnya untuk mewujudkan sentra peternakan domba di Kampung Benoa juga sudah tersedia. Mulai bantuan permodalan termasuk sarana dan prasarana untuk pengembangan ternak domba sudah disediakan lengkap oleh pihak Dompet Dhuafa.
“Bahkan petugas pengawas kesehatan yang mengecek kesehatan hewan ternak, sampai ke pemasaran domba juga sudah ada semua. Jadi saya sangat optimistis sentra peternakan domba di Kampung Benoa ini bisa terwujud,” tegas Dadi.
Harapan Hardi dan Dadi mewujudkan sentra peternakan domba di kampungnya juga diimpikan Iwan (32) warga Kampung Cinangrang, Desa Cidahu, Kec Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten. Bersama tiga peternak di kampungnya, Iwan juga tergabung dalam program Plasma Dompet Dhuafa Banten.
Pria lulusan diploma bisnis Kampus Umar Usman Tangerang kerja sama Program Pendidikan Dompet Dhuafa ini, bahkan sudah membulatkan tekad untuk menjadi peternak sukses di kampungnya. Bersama dua temannya, saat ini Iwan mengurus 70 ekor domba di Kandang Domba Jalupang, Kampung Cinangrang, Kabupaten Lebak, Banten.
Tak hanya mengurus ternak domba itu, di sekeliling lahan tempat kandang domba, mereka juga bercocok tanam, mulai singkong, ubi, kelapa, pisang, dan berbagai tanaman holtikultura untuk pakan domba.
“Karena domba-domba ini tidak cukup kalau hanya diberi pakan rumput. Agar pertumbuhannya optimal, pakannya mesti dicampur juga dengan daun-daunan seperti daun lantoro dan lainnya,” kata Iwan yang mengaku mendapat bayaran berupa gaji dari pihak Dompet Dhuafa setiap bulannya.
Beternak domba sekaligus bercocok tanam dirasakan Iwan sangat pas. Karena kotoran domba bisa diolah menjadi pupuk untuk tanaman, bahkan sebagian dari pupuk organik tersebut sudah ada yang menampungnya.
“Ya lumayanlah untuk tambahan biaya operasional ngurus domba,” ujar pria yang dulunya bekerja sebagai office boy di kantor pusat Dompet Duafa, di Jakarta.
Iwan mengusulkan, ke depan dirinya bersama tiga rekannya bisa mempunyai peran lebih dalam Program Plasma Dompet Dhuafa ini. Ia berkeinginan, nantinya mereka yang langsung mencari dan memilih domba yang akan mereka rawat.