Sedang memuat…
Berlaku adil adalah kewajiban terhadap orang-orang kafir, baik yang memerangi maupun yang tidak. Ilustrasi: Ist
Allah tidak melarangmu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang kafir yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak mengusirmu dari negerimu atau membantu orang lain untuk mengusirmu… (QS Al-Mumtahanah [60]: 8).
Ibnu ‘Arabi, pakar tafsir dan hukum Islam bermazhab Maliki, tidak sependapat dengan mereka yang memahami kata taqshithu pada firman Allah dalam arti berlaku adil.
“Berlaku adil,” tulisnya, “adalah kewajiban terhadap orang-orang kafir, baik yang memerangi maupun yang tidak.” Kata taqsithu di sini menurutnya adalah “memberi bagian dari harta guna menjalin hubungan baik”.
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul “Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat” (Mizan, 2007) menyatakan bahwa keadilan harus ditegakkan di mana pun, kapan pun, dan terhadap siapa pun. Bahkan, jika perlu dengan tindakan tegas.
Salah satu ayat Al-Quran menghubungkan “timbangan” (alat ukur yang adil) dengan “besi” yang digunakan sebagai senjata. Ini untuk menunjukkan bahwa kekerasan adalah salah satu cara untuk menegakkan keadilan.
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata, dan Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Al-Mizan (neraca keadilan), dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (supaya besi itu digunakan). Allah mengetahui siapa yang memperjuangkan nilai-nilai agamanya dan membantu rasul-rasul-Nya, walaupun Allah gaib dari pandangan mereka [QS Al-Hadid [57]:25).
Apabila dua kelompok Mukmin berselisih, lakukanlah islah (perdamaian) di antara keduanya. Bila salah satu dari kedua kelompok itu membangkang, maka perangi (ambil tindakan tegas terhadap) yang membangkang, sehingga ia menerima ketetapan Allah (QS Al-Hujurat [49]:9)
Lanjutan ayat ini perlu mendapat perhatian, yakni:
Apabila ia (kelompok yang membangkang itu) telah kembali (taat) maka lakukanlah perdamaian dengan adil. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil (QS Al-Hujurat [49]:9)
Sangat tepat menghubungkan perintah untuk mendamaikan pada lanjutan ayat ini dengan “keharusan berlaku adil”. Karena walaupun keadilan dituntut dalam setiap sikap sejak awal proses perdamaian, namun sikap tersebut lebih dibutuhkan oleh para penengah setelah mereka terlibat dalam tindakan tegas terhadap kelompok yang membangkang. Hal ini disebabkan kemungkinan besar mereka juga mengalami kerugian, baik itu kerugian harta, jiwa, atau setidaknya harga diri akibat ulah kelompok yang membangkang. Kerugian tersebut dapat mendorong mereka untuk tidak berlaku adil, oleh karena itu, ayat ini menekankan kewajiban berlaku adil bagi mereka.
Pesan tentang keadilan dalam Al-Quran sangatlah luas, sehingga seseorang yang merasa terbatas oleh keadilan, pasti akan merasakan bahwa ketidakadilan jauh lebih membatasi.
(mhy)