Human quality memiliki dampak signifikan terhadap kesuksesan pembangunan suatu negara, dan salah satu variabel paling penting adalah pertumbuhan dan perkembangan seorang anak selama 1.000 hari pertama kehidupan.
Kekurangan gizi selama periode ini, yang sering disebut sebagai masa emas, sangat mungkin menyebabkan kerdil, kondisi yang mengganggu kemampuan fisik dan intelektual seorang anak.
Kerdil tidak hanya memengaruhi anak itu sendiri tetapi juga keluarga dan negara.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, kerdil adalah pertumbuhan dan perkembangan anak yang tertunda akibat gizi buruk, infeksi yang sering, dan stimulasi psikososial yang tidak mencukupi.
Kerdil memiliki efek jangka pendek dalam tiga area: kesehatan, terutama tingkat kematian dan morbiditas yang tinggi, pertumbuhan dan perkembangan, serta ekonomi.
Mengikuti hal ini, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menegaskan bahwa upaya pencegahan kerdil perlu dilakukan mulai dari periode pra konsepsi hingga anak mencapai usia lima tahun.
Pencegahan kerdil dimulai dari pra konsepsi, sebelum kehamilan, dan berlanjut hingga anak mencapai usia 59 bulan (lima tahun), kata Wakil Kepala BKKBN Bidang Kesejahteraan Keluarga dan Pemberdayaan Keluarga Nopian Andusti.
Kerdil tidak hanya terkait dengan postpartum tetapi terjadi jauh sebelum seorang anak lahir, karena risiko gangguan pertumbuhan terjadi di dalam kandungan.
Karenanya, upaya pencegahan kerdil perlu dilakukan dari periode pra konsepsi hingga anak mencapai usia 59 bulan.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Angka Kerdil, strategi nasional untuk mempercepat penurunan kerdil terdiri dari upaya untuk mengurangi prevalensi kerdil dan meningkatkan persiapan untuk kehidupan keluarga, Andusti menekankan.
Strategi juga bertujuan untuk menyediakan nutrisi yang memadai, meningkatkan manajemen orangtua, meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan, serta memperluas akses air minum dan sanitasi.
Menurut Andusti, calon orangtua, pengantin baru, dan pengantin perlu memiliki pemahaman tentang kesehatan reproduksi dan perencanaan kehidupan keluarga serta kesadaran bersama di dalam keluarga untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan bayi secara optimal.
Beliau menambahkan bahwa orangtua dan semua pihak memiliki tanggung jawab penting dalam merawat balita dan anak, sehingga ini perlu menjadi perhatian utama.
\”Jika terdapat kesalahan dalam metode pengasuhan sejak awal, maka ini akan berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan anak di masa depan,\” tegasnya.
Beliau mengatakan bahwa orangtua dan keluarga, sebagai pengasuh pertama dan utama, memainkan peran penting dalam pengembangan sumber daya manusia.
Orangtua dan keluarga perlu memperoleh keterampilan dan pengetahuan dalam pengasuhan. Mereka harus memahami dan memfasilitasi interaksi positif yang dibutuhkan anak, mengingat pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan bagi masa depan anak-anak Indonesia.
Andusti mengatakan bahwa Direktorat Pembinaan Keluarga Balita dan Anak BKKBN menjalankan Program Pembinaan Keluarga Balita (BKB), yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orangtua serta anggota keluarga lainnya dalam merawat dan memelihara pertumbuhan dan perkembangan anak.
Beliau menekankan pentingnya advokasi, promosi, komunikasi, informasi, dan edukasi tentang pengasuhan dalam 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak untuk mempercepat penurunan kerdil.
Upaya-upaya ini juga penting untuk meningkatkan komitmen, pemahaman, dan upaya dalam menciptakan sumber daya manusia terbaik serta untuk mengamankan anggaran kerdil yang tersedia di tingkat regional dan menjelajahi peluang pendanaan tambahan yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Sementara itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengajak para pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam mengaktifkan data untuk mempercepat penurunan kerdil.
Wardoyo menekankan bahwa data yang akurat dan terkini adalah kunci untuk merancang strategi, mengidentifikasi tantangan, dan mengukur dampak intervensi. Dengan mengaktifkan data, langkah-langkah yang diambil dapat lebih akurat.
Kepala lembaga tersebut menegaskan bahwa pemanfaatan data yang tepat dapat memberikan manfaat maksimal dan berkontribusi pada pembuatan kebijakan standar yang mengakomodasi semua, terutama dalam menurunkan angka kerdil di Indonesia.
Wardoyo mengungkapkan bahwa lembaganya memiliki sumber data utama, yaitu Sistem Informasi Keluarga Baru (Siga baru), yang merupakan data operasional bagi petugas perencanaan keluarga dan pihak terkait untuk melakukan intervensi di Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana).
Beliau mencatat bahwa kebutuhan tidak terpenuhi untuk perencanaan keluarga masih menjadi perhatian, terutama alasan terkait kesehatan yang diidentifikasi sebagai penyebab utama penghentian kontrasepsi, yaitu 55,97 persen, dengan 13,3 persen ditemukan pada kelompok usia 30-34 tahun.
\”Kebutuhan tidak terpenuhi erat kaitannya dengan masalah kerdil. (Ini) karena, dengan perencanaan keluarga, kelahiran baru anak kerdil dapat dicegah,\” ujarnya.
Kepala BKKBN juga mengajak untuk melakukan penyelidikan dan upaya pencegahan kerdil dengan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap faktor-faktor yang menyebabkan kebutuhan tidak terpenuhi, seperti akses yang terbatas terhadap makanan bergizi, kurangnya pendidikan tentang gizi, dan kurangnya layanan kesehatan berkualitas.
Bantuan
Badan Pangan Nasional (Bapanas) menargetkan lebih dari 1,4 juta keluarga yang berisiko kerdil di tujuh provinsi di Indonesia untuk menjadi penerima manfaat dari fase dua bantuan pangan penanganan kerdil pada tahun 2024.
\”Bapanas, bersama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), melakukan upaya strategis untuk mewakili pemerintah dalam melakukan intervensi khusus untuk kerdil,\” kata Deputi Bapanas untuk Ketahanan Pangan dan Gizi Nyoto Suwignyo.
Beliau menyatakan bahwa paket bantuan pangan, yang berisi 10 butir telur dan daging satu ekor ayam masing-masing, akan didistribusikan secara bertahap enam kali selama enam bulan berikutnya.
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur adalah tujuh provinsi yang akan menerima bantuan prioritas.
Suwignyo menyatakan bahwa telur dan ayam diperoleh dengan bantuan Kementerian BUMN yang menghubungkan pemerintah dengan petani di wilayah target.
Sementara itu, distribusi dilakukan oleh holding pangan negara ID FOOD, menargetkan 1.446.089 keluarga penerima manfaat.
Pada Jumat (15 Maret), fase kedua program bantuan pangan kerdil dimulai di kantor Pemerintah Kecamatan Jatisampurna di Kota Bekasi, Jawa Barat.
Yanti Susanti, 39 tahun, salah satu penerima manfaat dari Desa Jatikarya, menggambarkan bantuan tersebut sebagai berkah selama bulan suci Ramadan.
\”Saya pernah menerima bantuan sekali, tapi sudah lama. Hari ini, saya mendapatkan telur dan ayam untuk sahur dan berbuka,\” katanya.
Penurunan kerdil adalah program prioritas pemerintah Indonesia yang bertujuan menurunkan prevalensi kerdil menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Prevalensi kerdil Indonesia turun 2,8 poin persentase menjadi 21,6 persen pada tahun 2022, dari 24,4 persen pada tahun 2021, menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022.