Makassar, Sulawesi Selatan (ANTARA) – Harapan baru muncul dari Pulau Sabutung di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, di mana warga terus menghadapi dampak langsung perubahan iklim.
Pola cuaca semakin tidak bisa diprediksi, ombak semakin tinggi, dan hasil laut tidak lagi terjamin. Namun di ratusan pulau di kabupaten tersebut, kaum perempuan tidak mau tinggal diam. Mereka belajar untuk beradaptasi dengan kondisi yang berubah, meski menyadari prosesnya tidaklah mudah.
Semangat ketahanan, yang menguat setelah pandemi COVID-19, secara bertahap tertanam saat masyarakat menghadapi efek berkelanjutan dari perubahan iklim.
Dukungan dari Yayasan Kajian Pemberdayaan Masyarakat (YKPM) dan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan telah membantu banyak perempuan kepulauan membangun kepercayaan diri.
Mereka sekarang lebih berdaya untuk menopang keluarga, terutama karena pekerjaan melaut semakin tidak pasti.
Menurut Nurhayati, anggota Tim Advokasi dan Pengorganisasian YKPM, perempuan dan anak di kepulauan menghadapi berbagai masalah, termasuk stunting, kemiskinan, putus sekolah, dan pernikahan dini.
Masalah ini seringkali menyebabkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang meningkat, serta perceraian.
Selain tantangan internal ini, ada ancaman eksternal, terutama dampak perubahan iklim. Kenaikan permukaan laut dan banjir rob terus membahayakan masyarakat yang tinggal di pulau-pulau.
Sabariah, warga Pulau Sabutung usia 42 tahun, mengatakan para ibu di komunitasnya telah membangun tanggul darurat menggunakan karung berisi pasir dan menumpuknya di sepanjang garis pantai di belakang rumah mereka.
Saat cuaca ekstrem, ketika angin kencang mendorong ombak tinggi, air laut bisa mencapai dapur warga. Ancaman memburuk saat bulan purnama, ketika banjir rob menjadi lebih parah.
Dia ingat bahwa pada musim hujan tahun lalu, banjir mencapai tengah pulau. Sebelumnya, hanya rumah di tepi pantai yang terdampak.
Iqra, Kepala Bidang Pengembangan Desa di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, menyatakan program mitigasi bencana di desa, termasuk di pulau-pulau, adalah salah satu inisiatif prioritas yang didanai melalui dana desa.
Pada 2025, dana desa sebesar Rp25 miliar (sekitar 1,49 juta dolar AS) dialokasikan terutama untuk kesejahteraan keluarga dan upaya mitigasi perubahan iklim.
Untuk mendukung program ini, dinas tersebut, bekerja sama dengan berbagai instansi di kabupaten, terus memberikan pendampingan lapangan untuk mitigasi bencana dan pemberdayaan masyarakat. Upaya ini khususnya menyasar perempuan di rumah tangga nelayan yang menghadapi kondisi hidup semakin rentan.
Kabupaten itu juga mendorong desa-desa agar lebih mandiri. Setidaknya 18 dari 65 desa di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan telah mencapai status Desa Mandiri.
Membangun Ketahanan
Meskipun ada masalah sosial dan ancaman ekologis, perempuan di Pulau Sabutung dan pulau-pulau sekitarnya dengan gigih membangun ketahanan mereka secara kolektif melalui kolaborasi menangani banjir rob.
Di tengah tantangan, mereka memastikan anak-anak mereka bisa sekolah saat cuaca buruk, mengatur persediaan makanan di tengah menurunnya hasil laut, dan mengambil peran baru saat pendapatan dari melaut turun.
Misalnya, Sahariah Daeng Kerra (41 tahun), selain memiliki warung kelontong, juga membuat ikan asin dari ikan yang tidak laku di tempat pelelangan ikan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan atau Kota Makassar.
Ikan asin dan ikan kering jenis ponyfish itu kemudian dijual di pasar atau kepada pengunjung pulau dengan harga Rp25 ribu (sekitar 1,50 dolar AS) per ember kecil, yang setara dengan 1,5 kilogram.
Dari penjualan ikan asin dan warungnya, perempuan single parent ini mampu menyekolahkan ketiga anaknya, dengan salah satunya telah menyandang gelar sarjana.
Menghadapi tantangan iklim, anak-anaknya dan anak-anak nelayan lain tumbuh sebagai generasi yang mewarisi kearifan adaptasi. Mereka belajar membaca angin, gelombang, dan tanda cuaca dengan lebih peka.
Bupati Pangkajene dan Kepulauan Muhammad Yusran Lalogau menegaskan pemerintah telah mengambil langkah intervensi untuk masyarakat kepulauan. Namun, akibat keterbatasan anggaran, pengembangan beberapa infrastruktur, seperti pemecah ombak, fasilitas sanitasi, dan infrastruktur listrik, belum sepenuhnya optimal.
Meski begitu, telah ada beberapa bentuk bantuan yang diberikan, seperti fasilitas air siap minum yang didukung Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan puskesmas terapung dari pemerintah daerah setempat.
Namun, bantuan itu masih belum mencukupi untuk ratusan pulau di Pangkajene dan Kepulauan, yang dihuni oleh separuh dari total populasi kabupaten sebanyak 360.004 jiwa, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024.
Kondisi perempuan dan anak di Pulau Sabutung mewakili kondisi umum masyarakat kepulauan di Indonesia; mereka ada di garis depan perubahan iklim, sementara para suami berada di laut lepas yang semakin ganas seiring berlanjutnya perubahan iklim.
Sudah sepatutnya, untuk mengatasi perubahan iklim, suara perempuan di daerah pesisir dan kepulauan menjadi pusat pengambilan kebijakan. Pada akhirnya, ketahanan iklim Indonesia tidak terpisahkan dari tangan perempuan yang memainkan peran kunci dalam membentuk masa depan anak-anak di kepulauan.
Berita terkait: Kementerian tekankan komitmen perkuat pemberdayaan perempuan
Berita terkait: Menteri dan WSI bersatu lindungi perempuan & anak Indonesia
Editor: Primayanti
Hak Cipta © ANTARA 2025