Jakarta (ANTARA) – Presiden Prabowo Subianto bertekad untuk memimpin Indonesia sebagai tetangga yang baik—tidak hanya kepada negara-negara di Asia Tenggara tetapi juga kepada semua negara di seluruh dunia.
Prabowo telah berulang kali menekankan apa yang ia sebut sebagai “kebijakan luar negeri tetangga yang baik,” sebuah prinsip yang ia promosikan bahkan selama masa jabatannya sebagai Menteri Pertahanan di bawah presiden ketujuh Indonesia, Joko Widodo (Jokowi).
“Seribu teman terlalu sedikit; satu musuh terlalu banyak. Kami akan terus menerapkan kebijakan luar negeri ‘tetangga yang baik’,” ujarnya saat debat presiden ketiga pada 7 Januari tahun lalu di Jakarta.
Keteguhannya sebagian terinspirasi oleh kekagumannya terhadap presiden pertama Indonesia, Soekarno, yang termasuk di antara pelopor Gerakan Non-Blok dan Konferensi Asia-Afrika 1955.
Dua tonggak global ini membantu membentuk pendekatan Indonesia terhadap hubungan internasional, meletakkan dasar yang kokoh bagi negara ini untuk membangun hubungan positif sambil menjauhi aliansi keamanan atau militer.
Sebelum pelantikannya sebagai presiden pada bulan Oktober tahun lalu, Prabowo mengunjungi beberapa negara di Asia Tenggara dan di luar, termasuk Rusia, Tiongkok, dan Prancis.
Meskipun ia masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan selama perjalanan tersebut, banyak yang percaya bahwa presiden kedelapan menggunakan kesempatan ini untuk memperkenalkan dirinya sebagai pemimpin yang akan datang, yang akan menggantikan Jokowi setelah satu dekade berkuasa.
Selama periode transisi kekuasaan, Prabowo secara konsisten menekankan kebijakan tetangga yang baik, yang ia sangat yakin merupakan pendekatan kebijakan luar negeri yang tepat untuk negara yang beragam seperti Indonesia—yang sangat dihormati karena kekayaan budayanya.
Percaya ini kemungkinan berasal dari nilai sosial Indonesia yang sangat akar: tetangga membantu satu sama lain di saat-saat sulit dan saling memperlakukan seperti keluarga.
Berita terkait: Prabowo, Erdogan bahas strategi untuk meningkatkan volume perdagangan
Lebih dari sekadar tetangga
Sejak menjabat, Prabowo telah mengunjungi setidaknya 14 negara dengan harapan mengukuhkan hubungan bilateral dan multilateral Indonesia, akhirnya membentuk citra sebagai tetangga yang baik.
Negara-negara ini adalah Tiongkok, Amerika Serikat, Peru, Brasil, Inggris, Mesir, India, Malaysia, Uni Emirat Arab, Türkiye, Qatar, Yordania, Brunei Darussalam, dan Thailand.
Dalam enam bulan pertamanya menjabat, Prabowo dengan jelas menyampaikan kepada para pemimpin dunia lainnya—seperti Presiden Tiongkok Xi Jinping, yang ia temui pada bulan November—bahwa ia bercita-cita untuk menjadi lebih dari sekadar politisi asing lainnya.
Kunjungan diplomatiknya secara konsisten ditandai oleh kemampuannya membangun hubungan pribadi yang tulus dengan para pemimpin yang ia temui. Sebagai contoh, di India, tidak jarang melihatnya dan Perdana Menteri Narendra Modi berbagi gestur hangat, ramah dan saling merujuk satu sama lain sebagai “saudara.”
Setelah menyelesaikan jadwalnya di India, kepala negara Indonesia bersatu kembali dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Kuala Lumpur.
Dalam konferensi pers bersama, Ibrahim memuji Prabowo sebagai sahabat sejati—seseorang yang selalu mendukungnya dalam suka dan duka.
Ikatan pribadi ini telah bertahan, bermula dari tahun 1990-an, ketika Prabowo terbukti sebagai sahabat setia selama jabatan Ibrahim sebagai wakil perdana menteri.
Bahkan tembok penjara tidak bisa memisahkan mereka—Prabowo mengunjungi Anwar ketika ia berada di balik jeruji besi. Ikatan yang sama terus berlangsung hingga hari ini, saat keduanya berdiri berdampingan sebagai kepala pemerintahan.
Tidak hanya Presiden Indonesia menunjukkan hubungannya dengan Modi dan Ibrahim tetapi juga menunjukkan bagaimana ia dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menjadi sekutu yang dapat dipercaya.
Momen tulus terjadi selama kunjungan Erdogan ke Indonesia pada Februari. Saat kedatangan, Presiden Prabowo menyambutnya secara pribadi, berbagi payung saat mereka berjalan bersama melewati pasukan penghormatan menuju kendaraan yang menunggu di tengah hujan lembut malam Jakarta.
Prabowo bahkan lebih jauh, mengatur serangkaian gestur resepsi yang mencolok melibatkan ratusan anak sekolah yang melambai-lambaikan bendera Indonesia dan Turki, serta pengawal kavaleri di sepanjang jalan Erdogan menuju Istana Bogor, di mana keduanya mengadakan pertemuan bilateral.
“Saya bertanya-tanya apakah saya akan mengalami pemandangan serupa dalam perjalanan politik saya ke depan. Aku tidak bisa mengatakan,” ujar presiden Turki sambil menyatakan kegembiraannya atas sambutan hangat Indonesia.
Kejadian-kejadian di Indonesia bukanlah akhir dari perjalanan tersebut. Erdogan kemudian membalas dengan menyambut secara pribadi mitra Indonesia saat kedatangan mereka di ibu kota Turki, Ankara.
Diantara banyak pertukaran diplomatik Prabowo dengan pemimpin dunia, salah satu yang paling mencolok adalah sambutan yang tak terlupakan yang ia terima selama reuni dengan teman lamanya, Raja Abdullah II Yordania.
Raja Yordania telah menyuruh jet tempurnya mengawal Prabowo saat pemimpin Indonesia terbang ke Amman setelah menyelesaikan agenda di Doha, Qatar.
Bahkan sebelum Prabowo turun dari pesawatnya, teman kerajaan itu sudah siap menyambutnya di tangga. Tidak heran, raja itu hangat memeluk sahabat lamanya saat mereka bersatu kembali.
Pemimpin tersebut bahkan secara pribadi mengemudikan Prabowo ke hotel, keduanya duduk berdampingan di dalam mobil.
“Kami berbagi persahabatan bertahun-tahun, yang bermula dari masa kami sebagai prajurit muda,” kata Raja Abdullah saat ia merenungkan ikatannya dengan presiden Indonesia.
Momen lain yang mencolok adalah saat Prabowo menerima Darjah Kerabat Laila Utama Yang Amat Dihormati (Most Esteemed Family Order of Laila Utama) langsung dari Sultan Hassanal Bolkiah Brunei Darussalam pada bulan Mei.
Penghargaan ini, diserahkan di Istana Nurul Iman di Bandar Seri Begawan, adalah perwujudan keberhasilan Prabowo dalam menerjemahkan kebijakan tetangga yang baik menjadi kenyataan.
Mengapa? Karena Sultan Bolkiah memberikan kehormatan ini hanya kepada individu yang telah meninggalkan tanda terkemuka dalam hubungan negaranya dengan Brunei Darussalam.
Sultanat Brunei Darussalam memberikan penghargaan ini sebagai pengakuan tertingginya bagi kepala negara dan pemimpin dunia yang telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam memajukan hubungan kerjasama dengan Brunei Darussalam.
Lebih dari sekadar tetangga, Prabowo membayangkan Indonesia sebagai saudara bagi negara-negara yang sejalan—kebaikan hati yang telah ia tunjukkan melalui kerja keras diplomasi yang intensif.
Berita terkait: Indonesia berkeinginan bersahabat dengan semua negara: Presiden Prabowo
Mencari teman sejati
Saat dunia semakin terbagi, Presiden Prabowo jelas menyatakan niatnya untuk melawan tren negatif ini dengan membangun ikatan pribadi dengan para pemimpin lain, memberikan contoh positif bagi yang lain.
Hubungan ini dapat menjadi aset berharga bagi Indonesia, terutama karena hubungan internasional yang kuat seringkali bermekaran dari hubungan pribadi antara para pemimpin.
Philips J. Vermonte, juru bicara Kantor Komunikasi Presiden Indonesia, pernah mengatakan bahwa ikatan pribadi seperti itu dapat meningkatkan kemungkinan negara lain untuk ikut serta mendukung Indonesia dalam saat-saat sulit.
Dalam iklim geopolitik yang tegang saat ini, pepatah lama, “sahabat di saat sulit adalah sahabat sejati,” lebih relevan dari sebelumnya.
Sebagai contoh, kebijakan tarif baru yang mengguncang dunia dari Amerika Serikat telah menimbulkan dampak global, mendorong Indonesia dan negara-negara sejalan lainnya untuk meningkatkan komunikasi demi kebaikan bersama.
Sekarang lebih dari sebelumnya, kebijakan tetangga yang baik Indonesia diharapkan akan membuahkan hasil—membuka jalan bagi respons ekonomi yang lebih efektif, terkoordinasi dengan baik.
Berita terkait: Pertemuan Prabowo dengan Putin mencerminkan kebijakan luar negeri RI: DPR
Editor: Rahmad Nasution
Hak cipta © ANTARA 2025