loading…
Guru Besar Ilmu Politik di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Prof Sri Yunanto. FOTO/IST
JAKARTA – Selama proses Pilkada Serentak 2024 , masyarakat Indonesia kembali diingatkan untuk menjaga kesantunan dan toleransi. Pilkada adalah proses politik demokratis yang melibatkan berbagai elemen masyarakat dengan perbedaan latar belakang. Karenanya, setiap orang harus menghormati preferensi atau pilihan, baik dirinya maupun orang lain.
Guru Besar Ilmu Politik di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Prof Sri Yunanto menjelaskan, sistem demokrasi yang dianut Indonesia menuntut toleransi terhadap perbedaan. Menurutnya, Pilkada bukan sekadar ajang memilih pemimpin, tetapi juga wujud penghormatan terhadap kebhinekaan yang menjadi pilar persatuan bangsa.
\”Siapa pun yang terpilih nanti adalah pemimpin untuk semua, bukan hanya bagi pemilihnya. Oleh karena itu, ujaran kebencian, serangan terhadap kelompok lawan, atau eksploitasi perbedaan untuk kepentingan negatif harus dihindari. Perbedaan itu wajar, karena termasuk bagian dari demokrasi dan kebhinekaan kita,\” Kata Sri Yunanto dikutip, Sabtu (30/11/2024).
Ia menegaskan pentingnya semangat kebersamaan harus tetap dijaga baik sebelum, selama, maupun setelah Pilkada. Pihak yang menang jangan sampai jumawa, dan yang kalah harus legowo. Diperlukan sikap lapang dada dalam menerima hasil pemilihan bagi seluruh pihak yang berkompetisi.
Perbedaan latar belakang, termasuk agama, suku, dan afiliasi politik, menurut Yunanto, adalah anugerah yang harus dipandang sebagai kekayaan bangsa. Perbedaan adalah keniscayaan dan elemen keindahan yang memperkaya kehidupan bersama. Namun, ia mengingatkan bahwa perbedaan ini tidak boleh digunakan untuk menyerang pihak lain dengan retorika negatif.
\”Boleh membawa identitas suku, agama, atau politik, tetapi tidak boleh ada narasi yang merendahkan kelompok lain. Dalam demokrasi, setiap suara dihormati, dan setiap perbedaan seharusnya menjadi jembatan untuk memperkuat persatuan,\” katanya.
Menanggapi dinamika politik di media sosial yang sering kali sarat dengan narasi intoleran, Yunanto mengimbau masyarakat untuk lebih dewasa dalam bersikap. Pengamat kebijakan publik ini menyatakan bahwa media sosial dapat menjadi alat untuk mempererat persatuan jika digunakan dengan bijak.
Narasi kebencian dan provokasi tidak hanya merugikan individu, tetapi juga mengancam harmoni bangsa. Dirinya mengajak masyarakat untuk tetap menjaga kesantunan dalam berkomunikasi, terutama saat membahas isu-isu politik. Jangan sampai perbedaan pilihan politik menjadi alasan untuk bermusuhan.
Setelah Pilkada, Yunanto berharap semua pihak dapat menerima hasil pemilihan dengan baik. Jika ada yang merasa dirugikan, ia mengingatkan bahwa sistem demokrasi Indonesia menyediakan jalur hukum yang adil untuk menyelesaikan sengketa. Kalau ada pihak yang merasa tidak puas dengan hasil yang diputuskan, sampaikan kepada Bawaslu atau ajukan ke Mahkamah Konstitusi, sehingga sesuai dengan jalur yang benar.