Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menekankan pentingnya pengelolaan budidaya perikanan di tengah tantangan yang ditimbulkan oleh penangkapan ikan berlebihan, yang semakin mengancam keberlanjutan ekosistem laut.
“Menurut pendapat saya, penangkapan ikan bebas di laut harus dibatasi,” ujar Trenggono saat meninjau unit pengolahan ikan (UPI) PT Tilapia Nusantara Jaya di Semarang, Jawa Tengah, pada hari Sabtu.
Dalam diskusi dengan sejumlah pelaku usaha pengolahan ikan skala mikro/kecil hingga menengah/besar dari Jawa Tengah, termasuk Semarang, Kudus, Pekalongan, Pati, Boyolali, Jepara, dan Demak, ia menekankan bahwa manajemen yang baik diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekologi laut.
Menurut Trenggono, Indonesia memiliki ribuan nelayan dan pengusaha perikanan yang bergantung pada sektor ini.
Di satu sisi, sektor perikanan merupakan pilar penting, namun di sisi lain, potensi penangkapan ikan berlebih perlu diwaspadai.
Ia mengungkapkan bahwa setiap hari, ada lebih dari 50 ribu kapal yang beroperasi di perairan Indonesia. Kapal-kapal ini bahkan menjelajah sejauh barat hingga Perth, Australia, untuk mencari tuna.
“Jadi, jika kalian semua melihat di ruang situasi—saya menyebutnya ruang situasi untuk bisa melihat langsung—setiap hari, tidak kurang dari 50 ribu kapal beroperasi di laut; bahkan mereka menjelajah untuk mencari tuna sejauh Australia,” tegas menteri tersebut.
Untuk menghadapi tantangan ini, Trenggono mengundang semua pemangku kepentingan, termasuk akademisi, nelayan, dan sektor swasta, untuk berkolaborasi dalam mengembangkan budidaya perikanan yang lebih berkelanjutan guna memastikan masa depan sektor kelautan Indonesia.
“Ini berarti bahwa ekologi dapat dipertahankan dengan baik. Namun di sisi lain, kita memiliki ribuan atau bahkan jutaan nelayan dan juga pengusaha perikanan,” katanya.
Ia menekankan bahwa semua biota laut saling terhubung, sehingga jika satu spesies ditangkap tanpa batas, dampak yang dihasilkan dapat merusak keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.
Trenggono juga mengatakan bahwa jika nelayan menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan, seluruh ekosistem laut dapat terancam karena dapat mengganggu kehidupan spesies lain.
Lebih lanjut, ia mencatat bahwa ikan yang ditangkap di laut lepas bahkan dapat mengandung bahan berbahaya seperti molekul tanah jarang, merkuri, dan mikroplastik yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Ia menekankan bahwa mikroplastik adalah masalah serius karena Indonesia dikatakan memiliki sampah plastik laut terbesar kedua di dunia, yang berdampak pada kualitas perikanan.
Ia menyoroti masalah sampah plastik yang dibuang ke laut oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan nelayan, yang memperburuk kondisi lingkungan laut.
Beberapa pelaut juga membuang sisa tangkapan ikan mereka ke laut karena alasan kemudahan, tanpa mempertimbangkan dampak negatif terhadap keberlanjutan lingkungan.
Untuk itu, Trenggono mengusulkan kebijakan yang lebih ketat untuk mengatasi masalah penangkapan ikan berlebihan dan polusi laut, termasuk memperluas kawasan konservasi laut serta menerapkan penangkapan ikan berdasarkan kuota.
Ia juga mengusulkan pengembangan budidaya laut, pesisir, dan daratan yang berkelanjutan; pemantauan dan pengendalian pantai dan pulau-pulau kecil; serta pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipatif yang melibatkan nelayan.
Berita terkait: RI, Australia bersatu melawan penangkapan ikan ilegal oleh nelayan Indonesia
Berita terkait: Kapal penangkap ikan ilegal yang disita dimanfaatkan untuk nelayan Indonesia
Penerjemah: Muhammad Harianto, Yashinta Difa
Editor: Arie Novarina
Hak cipta © ANTARA 2024