Lulusan Ilmu Komputer Merana akibat Susah Mencari Kerja, Apa Penyebabnya AI?

Senin, 25 Agustus 2025 – 06:14 WIB

Jakarta, VIVA – Di jaman digital yang makin maju, banyak orang mikir lulusan ilmu komputer pasti gampang banget dapet kerja. Karena perkembangan teknologi dan kebutuhan industri yang besar, wajar aja kalo jurusan ini dianggep salah satu pilihan terbaik buat mahasiswa.

Baca Juga:
Ngeri! Laporan MIT Ungkap AI Bisa Hapus Jutaan Pekerjaan

Tapi kenyataannya di lapangan justru beda. Banyak fresh graduate yang ngaku susah masuk ke dunia kerja, apalagi di sektor teknologi.

Salah satu faktor yang bikin masalah ini adalah kecanggihan kecerdasan buatan (AI). Teknologi yang awalnya dibuat buat bantu manusia malah dianggap ngurangin peluang kerja buat lulusan baru.

Baca Juga:
Ini Rahasia Teknologi Baru Indosat

Bukannya nambahin kesempatan, kehadiran AI bikin lowongan entry-level makin sedikit, sementara perusahaan lebih cari kandidat yang udah punya pengalaman kerja lama.

Mengutip dari BBC, ini dia fakta-fakta tentang susahnya lulusan ilmu komputer cari kerja di era AI:

Baca Juga:
Telkom Akselerasi Ekonomi Digital melalui Teknologi AI

1. Kerja Level Junior Susah Didapat karena AI

Eddie Hart, lulusan Newcastle University jurusan ilmu komputer dan keamanan siber tahun 2024, ngagetin dengan kondisi pasar kerja. Walaupun apply buat posisi junior, sebagian besar lowongan tetep minta pengalaman kerja minimal dua tahun. Hart bilang ini nggak realistis karena seharusnya posisi entry-level kasih kesempatan buat belajar.

2. Lowongan Turun Sampe 50 Persen

Sebuah laporang dari National Foundation for Education Research (NFER) di Inggris catet ada penurunan iklan lowongan kerja di sektor teknologi sampe 50% antara 2019/20 dan 2024/25. Posisi pemula jadi yang paling kena dampak, salah satunya karena ekspektasi perusahaan terhadap efisiensi AI.

MEMBACA  KIOXIA AiSAQ™ dan Inovasi AI Berbasis Memori Mendorong Pengenalan Gambar Otomatis Berbasis AI untuk Proses Logistik

3. Perusahaan Ngandalin AI buat Seleksi Kandidat

Nggak cuma di pekerjaan, proses rekrutmen juga makin dipengaruhi sama AI. Hart cerita pernah ikut proses lamaran yang ada delapan tahap, mulai dari jawab 20 soal ujian tentang dirinya. Temennya malah disuruh rekam jawaban wawancara yang dinilai sama AI, tanpa interaksi langsung sama manusia. Hal ini bikin kandidat merasa nggak dihargai.

4. CV Harus “AI Friendly”

Colin, lulusan ilmu komputer 2024 lainnya, bilang hampir semua perusahaan besar maupun kecil sekarang pake AI buat nyaring CV. Akibatnya, banyak kandidat yang gagal bukan karena kemampuan, tapi karena dokumen mereka nggak sesuai sama format yang dibaca mesin. Dia ngaku sering diwawancarai sama orang yang bahkan belum baca CV-nya.

5. Resiko Hilangnya Regenerasi Developer

Paul Dix, CTO dan juga co-founder InfluxData, ngerasa dampak terbesar bakal kerasa dalam jangka panjang. Kalo junior developer nggak dikasih kesempatan, nanti nggak ada pipeline buat hasilkan developer senior di masa depan. Menurut dia, industri malah beresiko kehilangan tenaga ahli yang berkualitas.

Tidak Semua Buruk, Ada Sisi Positif AI

Meski gitu, ada juga optimisme dari beberapa pemimpin perusahaan. Rajiv Ramaswami, CEO Nutanix, ngerasa generasi baru justru lebih terbiasa pake AI tools dibanding cara tradisional. Hal ini bisa jadi nilai tambah karena mereka lebih adaptif sama teknologi terbaru.

Masa Depan Masih Menjanjikan

Sejarah nunjukkin, setiap kali ada disrupsi teknologi, awalnya selalu ada rasa takut kehilangan pekerjaan. Tapi, dalam jangka panjang, malah muncul lebih banyak pekerjaan baru. Tantangannya adalah gimana lulusan baru bisa bertahan melewati masa transisi ini.

Seperti Eddie Hart yang akhirnya berhasil dapet pekerjaan sebagai security engineer di perusahaan Threatspike lewat proses rekrutmen yang lebih manusiawi.

MEMBACA  Fraksi PKS Mengkritik Rencana Pemerintah Menjual Pertalite di PertashopFraksi PKS Menyalahkan Rencana Pemerintah Menjual Pertalite di Pertashop

Halaman Selanjutnya
2. Lowongan Turun Hingga 50 Persen