Kuota Impor, SPBU Swasta, dan Konsistensi Kebijakan

Rabu, 17 September 2025 – 23:21 WIB

Pernyataan Presiden Prabowo Subianto beberapa waktu lalu soal penghapusan mekanisme kuota impor untuk komoditas penting adalah arahan kebijakan yang jelas: hilangkan distorsi dan pastikan perdagangan berjalan lancar. Pesan ini penting agar rakyat bisa akses kebutuhan pokok tanpa hambatan administratif yang tidak perlu. Tapi, arahan Presiden ini tidak boleh dibaca setengah-setengah atau dipakai sebagai alasan untuk memberikan kebebasan tanpa batas pada segelintir pelaku pasar yang justru bisa ancam ketahanan energi nasional.

Kasus yang lagi ramai sekarang adalah desakan dari beberapa Badan Usaha swasta (BU swasta) pemilik SPBU agar pemerintah buka lagi kuota impor tambahan. Mereka bilang stok BBM mereka sudah habis, padahal kuota impor tahun ini sudah naik 10 persen dibanding 2024 dan realisasi impor sudah mencapai 110 persen. Artinya, mereka sudah dikasih ruang ekstra dari pagu awal. Fakta bahwa stok bisa habis sebelum akhir tahun harusnya jadi pelajaran penting bagi industri untuk melakukan perencanaan logistik yang lebih baik, bukan cuma mendesak pemerintah buka keran impor lebih lebar.

Keseimbangan Kepentingan

Dari sudut pandang kebijakan publik, pemerintah wajib menyeimbangkan tiga kepentingan utama:

Pertama, kepentingan konsumen untuk dapat pasokan BBM yang cukup dan harga stabil. Kedua, kepentingan pelaku usaha agar ada level playing field antara Pertamina sebagai BUMN dan BU swasta yang memang sedang tumbuh pangsa pasarnya. Ketiga, kepentingan nasional yang lebih besar: pastikan pengelolaan energi tidak lepas kendali dan tidak terlalu bergantung pada impor.

Arahan Kementerian ESDM agar BU swasta beli BBM dari Pertamina atau, jika perlu, impor lewat Pertamina, sejalan dengan kerangka kebijakan itu. Kebijakan ini bukan bentuk diskriminasi atau mau monopoli, tapi upaya konsolidasi pasokan agar volume, kualitas, dan pembiayaan tetap dalam kendali nasional. Pendekatan ini juga hindari fragmentasi impor yang bisa bikin inefisiensi dan potensi perbedaan harga di lapangan.

MEMBACA  Peran Asosiasi Profesi dalam Menyelenggarakan Acara Internasional di Indonesia

Narasi Publik dan Kontrol Pasar

Perlu dicatat, market share BU swasta sekarang sudah sampai sekitar 11 persen dan terus tumbuh karena beberapa konsumen Pertamina pindah ke jaringan mereka. Dengan porsi pasar segini aja, mereka sudah bisa bangun narasi dan pengaruhi percakapan publik di medsos. Kalau dikasih tambahan kuota impor tanpa mekanisme kontrol, porsi pasar ini bisa meluas lebih cepat dan malah mengurangi kemampuan negara untuk jaga cadangan strategis nasional.

Ini yang jadi kekhawatiran beberapa pembuat kebijakan: sektor energi yang jadi urat nadi perekonomian jangan sampai dikendalikan oleh kekuatan pasar tanpa arah yang jelas. Kebijakan energi harus berorientasi jangka panjang, bukan reaktif terhadap desakan pasar atau opini sesaat. Sebaliknya, pemerintah tetap konsisten pada arahan Presiden: hapus kuota yang diskriminatif, tapi pastikan kebijakan impor tetap terkoordinasi dalam satu kerangka tata kelola energi nasional.

Sebagai pengamat kebijakan publik, ada beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan pemerintah untuk perkuat kebijakan ini. Pertama, tingkatkan transparansi data pasokan, impor, dan kebutuhan BBM nasional. Publik perlu tau bahwa stok nasional aman dan tidak ada kelangkaan buatan. Kedua, kembangkan mekanisme joint procurement yang memungkinkan BU swasta ikut impor, tapi dengan koordinasi bersama Pertamina untuk efisiensi logistik dan pengendalian harga.

Ketiga, perkuat komunikasi publik agar kebijakan ini tidak dipandang sebagai proteksi untuk BUMN doang, tapi sebagai langkah untuk jaga ketahanan energi dan hindari risiko pasokan di masa depan. Keempat, terus pantau pangsa pasar dan perilaku BU swasta agar pertumbuhan mereka tetap dalam koridor persaingan sehat, tanpa korbankan peran strategis negara.

Pemerintah tidak lagi musuhi sektor swasta. Malah, kebijakan ini adalah upaya untuk atur pasar agar lebih sehat, transparan, dan efisien. Dalam jangka panjang, keterlibatan swasta penting untuk tingkatkan layanan dan dorong inovasi. Tapi, di sektor strategis kayak energi, keterlibatan swasta harus tetap dalam kerangka tata kelola nasional yang ketat.

MEMBACA  Stephen Colbert Menghujam Trump dan Epstein Selama 8 Menit Penuh

Jadi, kebijakan mendorong BU swasta beli dari Pertamina tidak bertentangan dengan arahan Presiden untuk hapus kuota impor. Malah, ini adalah implementasi nyata dari prinsip free flow of goods yang terkendali, untuk jamin kepastian pasokan, stabilitas harga, dan kedaulatan energi Indonesia.

Halaman Selanjutnya

Perlu dicatat, market share BU swasta saat ini sudah mencapai sekitar 11 persen dan terus tumbuh karena sebagian konsumen Pertamina beralih ke jaringan mereka. Dengan porsi pasar ini saja, mereka sudah mampu membangun narasi dan memengaruhi percakapan publik di media sosial. Bila diberikan tambahan kuota impor tanpa mekanisme kontrol, porsi pasar ini bisa meluas lebih cepat dan justru mengurangi kemampuan negara untuk menjaga cadangan strategis nasional.