Governance adalah paradigma yang sering dipromosikan dalam organisasi, baik itu pemerintah, perusahaan swasta dan BUMN, atau organisasi masyarakat sipil. Menurut sekretaris jenderal Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Sidharta Utama, governance dapat diinterpretasikan sebagai upaya pemerintah dan sektor bisnis untuk memprioritaskan aspek lingkungan dan sosial dalam kegiatan mereka untuk mendapatkan kepercayaan publik. Hal ini dianggap penting bagi sektor bisnis untuk tidak hanya fokus pada aspek keuangan dalam menjalankan kegiatan, tetapi juga aspek lingkungan dan sosial, selain memastikan keberlanjutan kegiatan tersebut. Untuk mendapatkan apresiasi publik, sebuah organisasi harus memprioritaskan aspek lingkungan dan sosial dalam kegiatan mereka. Utama lebih lanjut mengatakan bahwa organisasi yang bertahan dalam jangka panjang adalah yang bekerja untuk membangun ekonomi, masyarakat, dan lingkungan pada saat yang bersamaan. Panduan untuk GRC Dalam implementasinya, governance sering kali diintegrasikan dengan risiko dan kepatuhan, yang dikenal sebagai governance, risk, and compliance (GRC). Pemerintah telah mengeluarkan panduan untuk implementasi GRC, yaitu melalui Pedoman Umum Tata Kelola Perusahaan Indonesia (PUG-KI). Panduan ini telah diterjemahkan oleh organisasi, termasuk perusahaan, menjadi regulasi. Pemerintah provinsi Jakarta telah mencantumkannya dalam peraturan daerah mengenai implementasi GRC di perusahaan di bawah pemerintah provinsi. Kepala Sekolah Pelatihan Manajemen Governance CRMS Indonesia, Antonius Alijoyo, mengatakan bahwa implementasi GRC yang efektif membantu perusahaan meningkatkan kinerja mereka dengan aman dan baik. Hal ini didukung dengan meningkatnya kepercayaan publik dan investor. Dalam hal ini, perusahaan saat ini diharapkan untuk mulai menerapkan tidak hanya GRC tetapi juga ESG (lingkungan, sosial, governance), yang saat ini menjadi tren di kalangan perusahaan global. Hal ini bertujuan untuk membuat perusahaan membangun ketahanan dan ketangguhan dalam menjalankan kegiatan. Agar implementasi GRC dapat berjalan dan berkembang secara berkelanjutan, hal tersebut harus menjadi budaya di dalam perusahaan. Hal ini juga membutuhkan kepemimpinan yang memiliki komitmen tinggi untuk melaksanakannya. Setiap tahun, jumlah perusahaan yang menerapkan GRC terus meningkat. Hal ini tercermin dari peningkatan 14 persen dalam jumlah perusahaan yang berpartisipasi dalam penilaian GRC tahun ini dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Melakukan perbaikan Implementasi governance yang baik sering digunakan sebagai referensi untuk menyusun strategi masa depan. Beberapa perusahaan bahkan merujuk kepadanya sebelum memutuskan apakah mereka akan tetap mempertahankan bisnis sampingan atau melepasnya. Belakangan ini, menjadi tren bagi perusahaan untuk memposisikan kembali bisnis inti mereka untuk fokus menghadapi persaingan. Beberapa perusahaan bahkan mengevaluasi apakah bisnis sampingan mereka telah memberikan kontribusi positif terhadap bisnis inti mereka atau tidak. Ada sejumlah strategi yang diimplementasikan jika bisnis sampingan dianggap tidak optimal. Salah satunya adalah meningkatkan implementasi GRC. Ada juga perusahaan yang melepaskan kepemilikan bisnis sampingan mereka karena mereka ingin fokus pada bisnis utama mereka untuk menghindari risiko. Governance dan penilaian risiko juga sering digunakan untuk mengelola utang sehingga kinerja perusahaan tetap baik di masa depan. Sebuah perusahaan publik bahkan tidak ragu untuk melepaskan sebagian saham rumah sakitnya agar bisa fokus pada bisnis utamanya, yang sama sekali tidak terkait dengan sektor layanan kesehatan. Namun, ada juga beberapa perusahaan yang telah melepaskan kepemilikan anak perusahaan mereka karena dianggap tidak lagi mampu menghadapi tantangan bisnis di masa depan. Pemerintah provinsi Jakarta adalah salah satu pemerintah daerah yang ketat melaksanakan GRC di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di wilayahnya. Tujuannya, selain mendukung program-program yang ada, adalah mendorong mereka untuk menjadi mandiri dalam mencari pendapatan, seperti perusahaan lainnya. Salah satu contohnya adalah pengelolaan Jakarta International Stadium (JIS) di Jakarta Timur. BUMD yang mengelola stadion itu perlu mempertahankan kontinuitas stadion, yang dibangun dengan biaya Rp4,5 triliun (sekitar US$289,63 juta), dengan mengadakan acara olahraga dan hiburan. Pemerintah Jakarta dan BUMD di bawahnya terus meningkatkan infrastruktur JIS untuk memastikan memenuhi standar internasional. Perbaikan yang telah dilakukan sejauh ini termasuk akses pengunjung, transportasi, tempat parkir, dan beberapa fasilitas lainnya. Untuk itu, implementasi GRC sebagai prinsip utama dalam menjalankan kegiatan adalah suatu keharusan untuk memastikan fasilitas tersebut bisa bertahan dalam jangka panjang. Status Jakarta sebagai kota bisnis setelah kehilangan status sebagai ibu kota kepada Nusantara membuat implementasi GRC, baik di pemerintah maupun entitas bisnis, sangat penting, terutama untuk menghadapi tantangan yang muncul di masa depan. Melalui manajemen risiko yang baik dan strukturisasi, organisasi dapat dengan cepat beradaptasi dengan perubahan yang muncul di jalan. Melalui GRC itu sendiri, unit bisnis dapat mempersiapkan untuk melakukan perubahan di masa depan. Dengan GRC, tidak pernah terlambat untuk melakukan perubahan, yang harus bertujuan untuk menjamin ketersediaan sumber daya. Hal ini berarti bahwa perusahaan tidak boleh hanya fokus pada kepentingan mereka sendiri tetapi juga memikirkan lingkungan dan masyarakat sekitar untuk memberikan dukungan. Berita terkait: Wilayah didorong menerapkan governance digital untuk mengoptimalkan layanan publik Berita terkait: Wakil Presiden menekankan perlunya reformasi dalam tata kelola pasar tenaga kerja Translator: Ganet Dirgantara, Raka Adji Editor: Azis Kurmala Hak cipta © ANTARA 2024