loading…
Dalam banyak hal, Umar dan Utsman sering sependapat. Ilustrasi: Ist
Utsman bin Affan adalah khalifah ketiga yang berkuasa pada tahun 644 sampai 656 dan merupakan Khulafaur Rasyidin dengan masa kekuasaan terlama. Sama seperti dua pendahulunya, Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, Utsman termasuk salah satu sahabat utama Nabi Muhammad SAW.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul “Usman bin Affan, Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan” (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menuturkan tatkala Khalifah Abu Bakar bermaksud menyerang Syam setelah sukses menyerang Irak, ia mengundang dan meminta pendapat pemuka-pemuka Muhajirin dan Ansar.
Umar bin Khattab memberi semangat kepadanya agar meneruskan niatnya itu dengan mengatakan antara lain: “Kirimkanlah pasukan demi pasukan berturut-turut, pasukan berkuda dan para perwira.”
Abdur-Rahman bin Auf menyarankan agar berhati-hati, dengan antara lain mengatakan: “Saya berpendapat jangan sekaligus menyerang mereka dengan pasukan berkuda, tetapi kerahkanlah pasukan berkuda untuk melakukan serang dan kembali. Menyerang daerah-daerah yang jauh, kemudian serang lalu kembali kepada kita, serang lagi dan kembali lagi kepada kita. Jika yang demikian diulang-ulang, buat musuh akan lebih berbahaya, hingga dapat mencapai daerah-daerah yang jauh. Dengan demikian kita akan mendapat rampasan perang untuk memperkuat diri dalam memerangi mereka.”
Setelah mendengar saran yang disampaikan Abdur-Rahman bin Auf semua yang hadir diam. Abu Bakar menanyakan kepada yang hadir: “Bagaimana pendapat kalian. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian.”
Tak lama kemudian Utsman berkata: “Saya berpendapat Anda adalah pembela dan penasihat umat agama ini serta sangat prihatin terhadap mereka. Kalau Anda berpendapat ada jalan yang lebih baik dan bermanfaat buat mereka, teruskanlah apa yang sudah Anda tentukan. Bagi mereka Anda bukan orang kikir atau yang diragukan.”
Mendengar kata-kata Utsman itu mereka yang hadir cepat-cepat menyetujui pendapatnya, dan meletakkan tanggung jawab itu semua kepada Khalifah.
Utsman juga termasuk orang yang memberikan kesaksian yang baik terhadap Umar ketika Abu Bakar mencalonkannya sebagai pengganti dan untuk menyatukan suara kaum Muslimin kepadanya.
Banyak mereka yang dimintai pendapat oleh Abu Bakar merasa prihatin mengingat watak Umar yang begitu tegar dan keras. Tetapi ketika Utsman yang ditanya oleh Abu Bakar tentang Umar ia menjawab: “Semoga Allah telah memberi pengetahuan kepada saya tentang dia. Dia adalah orang yang batinnya lebih baik daripada lahirnya. Tak ada orang yang seperti dia di antara kita.”
Sesudah Umar bin Khattab dilantik, Utsman tetap tinggal di Madinah meneruskan perdagangannya di samping sebagai penasihat Amirulmukminin bersama-sama dengan penasihat-penasihatnya yang lain. “Tetapi ia sering bertentangan pendapat dengan Umar,” ujar Haekal.
Ketika pihak Baitulmukadas menawarkan perdamaian asal Umar sendiri yang datang ke kota itu, yang pertama sekali menentang adalah Utsman. Dan katanya ditujukan kepada Amirulmukminin: “Kalau Anda tinggal di sini dan tidak harus pergi ke sana, mereka akan berpendapat Anda menganggap mereka enteng dan Anda siap memerangi mereka. Tak lama lagi mereka akan tunduk dan akan membayar jizyah.”
Akan tetapi Ali bin Abi Thalib tidak sependapat dengan Utsman. Ia menyarankan lebih baik Umar berangkat ke Baitulmukadas. Pasukan Muslimin sudah bersusah payah menghadapi udara dingin dan perang serta sudah lama meninggalkan kampung halaman Umar lebih cenderung pada pendapat Ali, dan itu yang diterimanya, dan ia menyerahkan urusan Madinah kepada Ali. Ia berangkat bersama rombongannya dan mengadakan perjanjian damai di Baitulmukadas.
Dalam soal pembebasan Mesir Utsman juga menjadi pemimpin kaum oposisi dan berbeda pendapat dengan Amr bin As dan menentang pikiran itu bersama-sama yang lain.
Begitu keras oposisi Utsman itu sehingga ia berkata kepada Umar: “Dengan semangat tinggi didorong oleh keberanian dan ingin memegang pimpinan, saya khawatir Amr yang berangkat tanpa didukung staf ahli dan dukungan bersama, akan menjerumuskan pasukan Muslimin ke dalam bencana, dengan mengharapkan kesempatan yang tidak diketahuinya ada atau tidak!”
Untuk menentang Amr bin As membebaskan Mesir itu Utsman sudah mengumpulkan suatu kekuatan untuk mempengaruhi pendapat umum di Madinah.
Kendati Umar sudah yakin dan puas dengan pendapat Amr bin As dan ikut mendukungnya, tetapi segala yang dikemukakan Utsman dan mereka yang sama-sama menentangnya, juga diperhitungkannya matang-matang.
Malah dalam menghadapi oposisi mereka itu ia masih berdalih supaya diberikan kesempatan Amr memasuki Mesir dan memerangi Romawi di sana untuk menolong Mesir lepas dari tangan mereka demi kepentingan Muslimin semata. Inilah dua masalah besar yang dihadapi sejarah Islam, dan yang berlawanan dengan pendapat Utsman.
Tetapi dalam banyak hal, Umar dan Utsman sering sependapat. Juga tidak kurang dari sahabat-sahabat besar lainnya ia sering menentang atau sejalan dengan pendapat Umar. Kita sudah melihat banyak orang yang menentang pembebasan Mesir, seperti yang dilakukan oleh Utsman itu.
Mereka yang mendukung Utsman dalam oposisinya itu, dalam hal-hal lain mereka menentangnya, sebab mereka yang pernah mendampingi Rasulullah SAW semua sama-sama menginginkan kejayaan Islam dan umatnya. Tujuan mereka ikhlas demi Allah, mereka hanya mengharapkan rida Allah dan menjauhi kemurkaan-Nya.
(mhy)