Romli Atmasasmita. Foto/SINDOnews
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan organisasi biasa penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi; bukan tempat berleha-leha dan menebar pencitraan juga bukan transisi mencari jabatan bergengsi pasca berhenti dari KPK serta bukan wadah penampung pengangguran; melainkan KPK didirikan dengan filosofi, visi dan misi yang mulia yaitu membantu negri meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membebaskannya dari korupsi yang telah ditasbihkan sebagai kejahatan luar biasa(extra-ordinary crimes).
KPK tempat yang mulia untuk berkorban demi bangsa dan negara yang sedemikian luas dan dihuni 270 juta jiwa manusia serta dikenal kesuburan alam dan lingkungannya. KPK tidak hanya tunggangan politik dan berpihak pada kepentingan apapun kecuali demi untuk bagimu negeri Indonesia.
KPK merupakan organisasi yang memerlukan sosok pimpinan dan karyawan pejuang yang gigih dan ulet tidak mudah putus asa apalagi bersikap pengecut menghadapi intervensi kekuasaan dari manapun datangnya; sosok pimpinan dan karjawan yang tidak tergoyahkan oleh konflik kepentingan dan uang serta lebih mengedepankan sikap “safety-player” daripada bersikap.
Apalagi KPK selama kurang lebih 21 (duapuluh satu) Tahun lamanya berkiprah membantu kejaksaan dan kepolisian memberantas kejahatan korupsi telah didukung anggaran negara yang lebih dari cukup dibandingkan jabatan pegawai negeri pada umumnya sudah sepantasnya dan sepatutnya menunjukkan semangat dan kinerja lebih dari penyelenggara negara pada umumnya.
Pimpinan KPK berdasarkan UU telah diberikan mandat kewenangan yang luas lebih daripada kejaksaan dan kepoilisian tidak boleh lagi selalu menyampaikan keluhan dan masalah melainkan Tindakan nyata dalam pemberantasan korupsi. Pimpinan KPK dalam kewenangan luas diberikan UU dipastikan di dalam menjalankannya dibatasi UU dan norma-norma kesusilaan, kepatutan dan kepantasan bersikap dalam menghadapi pelaku korupsi yang juga sosok manusia bukan hewan.
KPK sebagai Lembaga penegak hukum seharusnya menjadi counter-partner kejaksaan dan kepolisian tidak sebaliknya menjadi competitor; begitupula sebaliknya, kejaksaan dan kepolisian karena ketiganya merupakan sosok Lembaga penjaga Marwah RI sebagai Negara Hukum bukan Negara Kekuasaan apalagi menjadi pesuruh kekuasaan.
Kacamata dan sudut pandang Masyarakat yang beragam baik positif maupun negative seharusnya menjadi penyemangat dan pencetus motivasi sikap dan Tindakan Pimpinan KPK ke depan bukan menghadang kritik layaknya humas pemberantasan korupsi.
Seharusnya pimpinan KPK sejak awal memasukkan lamaran menjadi calon pimpinan KPK sudah hakkulyakin pada pilihannya berjuang untuk bangsa dan negara tanpa pamrih dan sorak sorai keluarga atau handai tolan karena kenyataan masalah yang dihadapi dari pengalaman yang sudah-sudah, hanyalah kepahitan dan iklim kerja yang tidak menyenangkan dan penuh kecurigaan baik dari pihak eksternal maupun internal; hubungan kerja antara pimpinan dan petugas penyelidik dan penyidik yang masih bermasalah dan belum selesai sampai saat ini merupakan tugas mengawali kerja pimpinan KPK terpilih untuk 2024 s.d, 2029.
Tantangan berikut pimpinan KPK mendatang adalah bagaimana mencegah munculnya syahwat korupsi dengan ke 32 jenisnya terutama di kalangan penyelenggara negara dari pucuk pimpinan sampai ke jabatan negri yang paling bawah yaitu kepala desa apalagi Ketika Dana Desa mencapi trilyunan rupiah, dana yang langka bahkan tidak pernah teraih oleh seorang kepala desa dan jabatan kepala desa yang telah diangkat sebagai pegawai negeri-pun belum tentu dapat menghambat syahwat untuk korupsi.